Selasa, 25 Agustus 2009

AHLAN WA SAHLAN YAA ROMADHON DAN SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA SEMOGA ALLAH SWT MEMBERKATI KITA ,AMIIN .

Soal: Apa hukum sholat tarawih dan berapa jumlah rokaatnya?

Jawab: Sholat tarawih adalah sunnah sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam kitab Shahih Bukhori dan Shahih Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha menerangkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam suatu malam sholat di Masjid, orang-orangpun ikut sholat bersama beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam. Malam berikutnya beliau juga sholat dan orang yang mengikutinya semakin banyak. Kemudian mereka mengumpul pada malam ketiga atau keempat tetapi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar mengimami mereka. Ketika memasuki pagi hari beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya):”Saya telah melihat apa yang telah kalian kerjakan. Dan tidak adayang menghalangiku dari keluar untuk mengimami kalian kecuali karena saya takut hal ini akan diwajibkan bagi kalian” . Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadlon.

Sedangkan jumlah rokaat sholat tarawih adalah 11 (sebelas) rokaat. Hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha ketika ditanya tentang sholat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadlon, maka ia berkata

ما كان يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة (رواه البخاري؛ مسلم

“Beliau sholat tidak melebihi dari sebelas rokaat baik dalam bulan Ramadlon ataupun selainnya” (HR. Bukhori no. 1147; Muslim no. 125).



[+/-] Selengkapnya...

Rabu, 13 Mei 2009

Tranflantasi dalam Islam

Karya Dr.Setiawan Budi Utomo

Allah Swt. menurunkan ajaran dien Al-Islam ke dunia untuk menjadi rahmat bagi semua makhlukNya. Dengan mengkaji sumber-sumber khazanah Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Nabi), maka kita akan menemukan ajaran hidup yang sarat pesan untuk dapat hidup bahagia, sejahtera, sehat lahir dan batin sebagai kontribusi Islam kepada kehidupan manusia dan manivestasi kerahmatan nya yang universal. Islam disamping memperhatikan kesehatan rohani sebagai jembatan menuju ketenteraman hidup duniawi dan keselamatan ukhrawi, ia juga sangat menekankan pentingnya kesehatan jasmani sebagai nikmat Allah yang sangat mahal untuk dapat hidup aktual secara optimal. Sebab kesehatan jasmani disamping menjadi faktor pendukung dalam terwujudnya kesehatan rohani, juga sebagai modal kebahagiaan lahiriah. Keduanya saling terkait dan melengkapi tidak bisa dipisahkan bagai dua sisi mata uang.



Oleh karena itu Islam sangat memuliakan ilmu kesehatan dan kedokteran sebagai perawat kehidupan dan misi kemanusiaan dengan izin Allah swt. Bahkan ia memerintahkan kita semua sebagai fardhu 'ain (kewajiban individual) untuk mempelajarinya secara global dan mengenali sisi biologis diri kita sebagai media peningkatan iman untuk semakin mengenal Allah Al-Khaliq disamping sebagai kebutuhan setiap individu dalam menyelamatkan dan menjaga hidupnya.

Firman Allah swt. yang artinya : " Dan di bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin. Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan.?" QS. Ad-Dzariyat ( 51) : 20, 21.) Sabda Nabi saw.: " Berobatlah wahai hamba Allah! karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit melainkan Ia telah menciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Islam juga menetapkan fardhu kifayah (kewajiban kolektif) dan menggalakkan adanya ahli-ahli di bidang kedokteran dan memandang kedokteran sebagai ilmu yang sangat mulia. Imam Syafi'i berkata: "Aku tidak tahu suatu ilmu setelah masalah halal dan haram (Fiqih/syariah) yang lebih mulia dari ilmu kedokteran." (Al-Baghdadi, Atthib minal kitab was sunnah hal :187).

Transplantasi jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam menurut manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai eksperimen transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar 2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as. seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan lemak yang diambil dari lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli bedah Itali, pada tahun 1597M untuk mencoba memperbaiki cacat hidung seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.

Pada ujung abad ke-19 M para ahli bedah, baru berhasil mentransplantasikan jaringan, namun sejak penemuan John Murphy pada tahun 1897 yang berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan, barulah terbuka pintu percobaan mentransplantasikan organ dari manusia ke manusia lain. Percobaan yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya berhasil, meskipun ia menghabiskan waktu cukup lama yaitu satu setengah abad. Pada tahun 1954 M Dr. J.E. Murray berhasil mentransplantasikan ginjal kepada seorang anak yang berasal dari saudara kembarnya yang membawa perkembangan pesat dan lebih maju dalam bidang transplantasi.

Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 Masehi, ilmu bedah sudah dikenal di berbagai negara dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara adi daya Romawi dan Persi. Namun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan yang berarti, meskipun sudah ditempuh berbagai upaya untuk mengembangkannya. Selama ribuan tahun setelah melewati bantak eksperimen barulah berhasil pada akhir abad ke-19 M, untuk pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad ke-20 M untuk pencangkokan organ manusia. Di masa Nabi saw. negara Islam telah memperhatikan masalah kesehatan rakyat, bahkan senantiasa berupaya menjamin kesehatan dan pengobatan bagi seluruh rakyatnya secara cuma-cuma. Ada beberapa dokter ahli bedah di masa Nabi yang cukup terkenal seperti al Harth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa'ah, juga Rafidah al Aslamiyah dari kaum wanita.

Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu, namun operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di masa Nabi saw., sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232) "bahwa kakeknya 'Arfajah bin As'ad pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut mulai membau (membusuk), maka Nabi saw. menyuruhnya untuk memasang hidung (palsu) dari logam emas". Imam Ibnu Sa'ad dalam Thabaqatnya (III/58) juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa 'Utsman (bin 'Affan) pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat (tahan lama).

Pada periode Islam selanjutnya berkat doktrin Islam tentang urgensi kedokteran mulai bertebaran karya-karya monumental kedokteran yang banyak memuat berbagai praktek kedokteran termasuk transplantasi dan sekaligus mencuatkan banyak nama besar dari ilmuwan muslim dalam bidang kesehatan dan ilmu kedokteran, diantaranya adalah; Al-Rozy (Th.251-311 H.) yang telah menemukan dan membedakan pembuluh vena dan arteri disamping banyak membahas masalah kedokteran yang lain seperti, bedah tulang dan gips dalam bukunya Al-Athibba. Lebih jauh dari itu, mereka bahkan telah merintis proses spesialisasi berbagai kajian dari suatu bidang dan disiplin. Az-Zahrawi ahli kedokteran muslim yang meninggal di Andalusia sesudah tahun 400-an Hijriyah telah berhasil dan menjadi orang pertama yang memisahkan ilmu bedah dan menjadikannya subjek tersendiri dari bidang Ilmu Kedokteran. Beliau telah menulis sebuah buku besar yang monumental dalam bidang kedokteran khususnya ilmu bedah dan diberi judul "At-tashrif".

Buku ini telah menjadi referensi utama di Eropa dalam bidang kedokteran selama kurang-lebih lima abad dan sempat diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia termasuk bahasa latin pada tahun 1497 M. Dan pada tahun 1778 M. dicetak dan diterbitkan di London dalam versi arab dan latin sekaligus. Dan masih banyak lagi nama-nama populer lainnya seperti Ibnu Sina (Lihat, Dr.Mahmud Alhajj Qasim, Atthibb 'indal 'arab wal muslimin hal: 105, Al-Ward, Mu'jam 'Ulama al-A'rab I / 144).

Transplantasi menurut Dr. Robert Woworuntu dalam bukunya Kamus Kedokteran dan Kesehatan (1993:327) berarti : Pencangkokan. Dalam Kamus Kedokteran DORLAND dijelaskan bahwa transplantasi berasal dari transplantation [trans-+ L.plantare menanam] berarti : penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Adapun transplant berarti : 1. mentransfer jaringan dari satu bagian ke bagian lain. 2. organ atau jaringan yang diambil dari badan untuk ditanam ke daerah lain pada badan yang sama atau ke individu lain. Jadi, menurut terminologi kedokteran "transplantasi" berarti; "suatu proses pemindahan atau pencangkokan jaringan atau organ tubuh dari suatu atau seorang individu ke tempat yang lain pada individu itu atau ke tubuh individu lain". Dalam dunia kedokteran jaringan atau organ tubuh yang dipindah disebut graft atau transplant; pemberi transplant disebut donor; penerima transplant disebut kost atau resipien.

Dalam prakteknya, berhasil tidaknya jaringan atau organ yang ditransplantasikan dari donor ke resipien tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya reaksi immunitas pada resipien. Penolakan jaringan atau organ oleh resipien disebabkan adanya antigen yang dimiliki oleh sel donor tetapi tidak dimiliki oleh sel resipien. Meskipun demikian, faktor tersebut tidak merupakan suatu hambatan besar dalam dunia kedokteran. Para ahli medis di lapangan masih mampu mengatasinya dengan berbagai macam cara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi penolakan, seperti dengan merusak sel-sel limfosit yang dimiliki oleh resipien atau membuang organ yang memproduksi sel limfosit yaitu limpa dan thymus.

Transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia bedah kedokteran modern. Dalam beberapa dekade terakhir tampaknya transplantasi semakin marak dan menjadi sebuah tantangan medis, baik dari upaya pengembangan aplikasi terapan dan teknologi prakteknya, maupun ramainya polemik yang menyangkut kode etik dan hukum nya khususnya hukum syariah Islam.

Seperti beberapa topik yang diangkat dalam seminar berjudul "Organ Transplantation and Health Care Management From Islamic Perspective" yang diselenggarakan oleh FOKKI (Forum Kajian Kedokteran Islam Indonesia), FIMA (Federation of Islamic Medical Association) dan MUI di Universitas Yarsi pada tanggal 29-30 Juli 1996 diantaranya mengangkat persoalan tentang tata cara penetapan kepastian mati, boleh tidaknya donor mengambil imbalan, binatang sebagai alat donor, donor dari orang kafir untuk muslim/sebaliknya.

Banyak orang yang bertanya-tanya tentang hukum dan ketentuan syariah Islam mengenai transplantasi yang menyangkut berbagai kasus prakteknya serta persoalan konsepsional mendasarnya khususnya di kalangan medis, seperti kata Dr. Tarmizi yang menyoroti fenomena bahwa saat ini yang paling sesuai untuk transplantasi organ jantung manusia adalah babi (Media Dakwah, No.265 Rab. Awal 1417 H/Agustus 1996). Karena masalah ini menyangkut banyak dimensi hukum, moral, etika kemanusiaan dan berbagai aspek kehidupan maka bermunculanlah kontroversi pendapat pro-kontra mengenai kasus ini.

Pada hakekatnya, syari'ah Islam ketika berbicara tentang boleh dan tidaknya suatu masalah, tidak terpasung pada batas 'hukum sekedar untuk hukum'. Lebih jauh dari itu, bahwa semua kaedah dan kebijakan hukum syariah Islam memiliki hikmah. Dimensi vertikalnya, sebagai media ujian iman yang menumbuhkan motivasi internal terlaksananya suatu etika dan peraturan hidup. Adapun dimensi horisontalnya adalah ia berdampak positif dan membawa kebaikan bagi kehidupan umat masunisa secara universal. Meskipun demikian, ketika para pakar hukum, pakar syariah Islam dan tokoh atau pemuka agama mengatakan bahwa praktek transplantasi pada kenyataanya adalah perlu dan sangat bermanfaat bagi kemanusiaan untuk menyelamatkan kehidupan dan dapat mengfungsikan kembali tempat organ atau jaringan tubuh manusia yang telah rusak yang oleh karenanya dibolehkan dan perlu dikembangkan, namun bagaimanapun juga perlu kajian mendalam lebih lanjut agar dalam prakteknya tetap dalam koridor kaedah syari'ah, tidak melenceng dari tujuan kemanusiaan serta menghindari kasus penyalahgunaan, distorsi pelacuran medis dan eksploitasi rendah yang menjadikannya komoditi dan ajang bisnis sehingga justri menampilkan perilaku tidak manusiawi.

Secara prinsip syariah secara global, mengingat transplantasi organ merupakan suatu tuntutan, kebutuhan dan alternatif medis modern tidak ada perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ ataupun jaringan. Dalam simposium Nasional II mengenai masalah "Transplantasi Organ" yang telah diselenggarakan oleh Yayasan Ginjal Nasional pada tangal 8 September 1995 di arena PRJ Kemayoran, telah ditandatangani sebuah persetujuan antara lain wakil dari PB NU, PP Muhammadiyah, MUI disetujui pula oleh wakil-wakil lain dari berbagai kelompok agama di Indonesia. Bolehnya transplantasi organ tersebut juga ditegaskan oleh DR. Quraisy Syihab bahwa; "Prinsipnya, maslahat orang yang hidup lebih didahulukan." selain itu KH. Ali Yafie juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan penguat pembolehan transplantasi yaitu "hurmatul hayyi a'dhamu min hurmatil mayyiti" (kehormatan orang hidup lebih besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati.)

Lebih rinci, masalah transplantasi dalam kajian hukum syariah Islam diuraikan menjadi dua bagian besar pembahasan yaitu : Pertama : Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari tubuh yang sama. Kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu lain yang dirinci lagi menjadi dua persoalan yaitu: A. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain baik yang masih hidup maupun sudah mati, dan B. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu binatang baik yang tidak najis/halal maupun yang najis/haram.

Masalah pertama yaitu seperti praktek transplantasi kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pembuluh darah pada bagian kaki. Masalah ini hukumnya adalah boleh berdasarkan analogi (qiyas) diperbolehkannya seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab. (Dr. Al-Ghossal dalam Naql wa Zar'ul A'dha (Transplantasi Organ) : 16-20, Dr. As-Shofi, Gharsul A'dha : 126 ).

Adapun masalah kedua yaitu penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain maka dapat kita lihat persoalannya apabila jaringan/organ tersebut diambil dari orang lain yang masih hidup, maka dapat kita temukan dua kasus.

Kasus Pertama : Penanaman jaringan/organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian donaturnya bila diambil. Seperti, jantung, hati dan otak. Maka hukumnya adalah tidak boleh yaitu berdasarkan firman Allah Swt dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah:195, An-Nisa’:29, dan Al-Maidah:2 tentang larangan menyiksa ataupun membinasakan diri sendiri serta bersekongkol dalam pelanggaran.

Kasus kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup yang tidak mengakibatkan kematiannya seperti, organ tubuh ganda diantaranya ginjal atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek donor darah. Pada dasarnya masalah ini diperbolehkan selama memenuhi persyaratannya yaitu:

1. Tidak membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donatur jaringan/organ. Karena kaidah hukum islam menyatakan bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa/sebanding.

2. Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan.

3. Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat. 4.Boleh dilakukan bila peluang keberhasilan transplantasi tersebut sangat besar. (Lihat: Mudzakarah Lembaga Fiqh Islam Rabithah Alam Islami, edisi Januari 1985 M.)

Namun demikian, ada pengecualian dari semua kasus transplantasi yang diperbolehkan yaitu tidak dibolehkan transplantasi buah zakar meskipun organ ini ganda karena beberapa alasan diantaranya: dapat merusak fisik luar manusia, mengakibatkan terputusnya keturunan bagi donatur yang masih hidup dan transplantasi ini tidak dinilai darurat, serta dapat mengacaukan garis keturunan. Sebab menurut ahli kedokteran, organ ini punya pengaruh dalam menurunkan sifat genetis. (Ensiklopedi Kedokteran Modern, edisi bahasa Arab III/ 583, Dr. Albairum, Ensiklopedi Kedokteran Arab, hal 134.)

Adapun masalah penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari orang mati yang kondisinya benar-benar telah mati secara devinif dan medis. Organ/jaringan yang akan ditransfer tersebut dirawat dan disimpan dengan cara khusus agar dapat difungsikan. Maka hal ini secara prinsip syariah membolehkannya berdasarkan firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Kahfi:9-12 dan berdasarkan kaedah fiqih diantaranya: " Suatu hal yang telah yakin tidak dapat dihilangkan dengan suatu keraguan/tidak yakin ", " Dasar pengambilan hukum adalah tetap berlangsungnya suatu kondisi yang lama sampai ada indikasi pasti perubahannya."

Berbagai hasil muktamar dan fatwa lembaga-lembaga Islam internasional yang berkomperten membolehkan praktek transplantasi jenis ini diantaranya konperensi OKI (Malaysia, April 1969 M ) dengan ketentuan kondisinya darurat dan tidak boleh diperjualbelikan, Lembaga Fikih Islam dari Liga Dunia Islam (Mekkah, Januari 1985 M.), Majlis Ulama Arab Saudi (SK. No.99 tgl. 6/11/1402 H.) dan Panitia Tetap Fawa Ulama dari negara-negara Islam seperti Kerajaan Yordania dengan ketentuan harus memenuhi persyaratan;

1. Harus dengan persetujuan orang tua mayit / walinya atau wasiat mayit 2. Hanya bila dirasa benar-benar memerlukan dan darurat. 3. Bila tidak darurat dan keperluannya tidak urgen atau mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli waris donatur ( tanpa transaksi dan kontrak jual-beli ). Demikian pula negara Kuwait (menurut SK Dirjen Fatwa Dept. Wakaf dan Urusan Islam no.97 tahun 1405 H. ), Mesir. (SK. Panitia Tetap Fatwa Al-Azhar no. 491), dan Al-Jazair (SK Panitia Tetap Fatwa Lembaga Tinggi Islam Aljazair, 20/4/1972)

Disamping itu banyak fatwa ulama bertaraf internasional yang membolehkan praktek tersebut diantaranya: Abdurrahman bin Sa'di ( 1307-1367H.), Ibrahim Alyakubi ( dalam bukunya Syifa Alqobarih ), Jadal Haq (Mufti Mesir dalam majalah Al-Azhar vol. 7 edisi Romadhon 1403), DR. Yusuf Qordhowi (Fatawa Mu'ashiroh II/530 ), DR. Ahmad Syarofuddin ( hal. 128 ), DR. Rouf Syalabi ( harian Syarq Ausath, edisi 3725, Rabu 8/2/1989 ), DR. Abd. Jalil Syalabi (harian Syarq Ausath edisi 3725, 8/2/1989M.), DR. Mahmud As-Sarthowi (Zar'ul A'dho, Yordania), DR. Hasyim Jamil (majalah Risalah Islamiyah, edisi 212 hal. 69).

Alasan mereka membolehkannya berdasarkan pada; a. ayat al-Qur’an yang membolehkan mengkonsumsi barang-barang haram dalam kondisi benar-benar darurat. (QS. Al-Baqarah:173, Al-Maidah:3, Al-An’am:119,145, b. anjuran al-Qur’an untuk merawat dan meningkatkan kehidupan (QS. Al-Maidah: 32.c. ayat-ayat tentang keringanan dan kemudahan dalam Islam (QS.2:185, 4:28, 5:6, 22:78), d. hal itu sebagai amal jariyah bagi donatur yang telah mati dan sangat berguna bagi kemanusiaan. e. Allah sangat menghargai dan memuji orang-orang yang berlaku 'itsaar' tanpa pamrih dan dengan tidak sengaja membahayakan dirinya atau membinasakannya.(QS. 95:9) f. Kaedah-kaedah umum hukum Islam yang mengharuskan dihilangkannya segala bahaya.

Masalah penanaman jaringan/organ yang diambil dari tubuh binatang , maka dapat kita lihat dua kasus yaitu;

Kasus Pertama: Binatang tersebut tidak najis/halal, seperti binatang ternak (sapi, kerbau, kambing ). Dalam hal ini tidak ada larangan bahkan diperbolehkan dan termasuk dalam kategori obat yang mana kita diperintahkan Nabi untuk mencarinya bagi yang sakit.

Kasus Kedua : Binatang tersebut najis/ haram seperti, babi atau bangkai binatang dikarenakan mati tanpa disembelih secara islami terlebih dahulu. Dalam hal ini tidak dibolehkan kecuali dalam kondisi yang benar-benar gawat darurat. dan tidak ada pilihan lain. Dalam sebuah riwayat atsar disebutkan: "Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, namun janganlah berobat dengan barang haram." Dalam kaedah fiqh disebutkan "Adh Dharurat Tubihul Mahdhuraat" (darurat membolehkan pemanfaatan hal yang haram) atau kaedah "Adh Dhararu Yuzaal" (Bahaya harus dihilangkan) yang mengacu surat Al Maidah: 3. "Adh Dharurat Tuqaddar Biqadarihaa" (Peertimbangan kondisi darurat harus dibatasi sekedarnya) Al Baqarah: 173 (Majma' Annahr : II/535, An-Nawawi dalam Al-Majmu' : III/138 ).

Sebagai penutup jawaban, perlu saya kemukakan beberapa catatan untuk praktik transplantasi yang dibolehkan yaitu dari segi Resipien (Reseptor) harus diperhatikan skala prioritas dan pertimbangan dalam memberikan donasi organ atau jaringan seperti tingkat moralitas, mental, perilaku dan track record yang menentramkan lingkungan serta baik bagi dirinya dan orang lain. (QS. Al Hujurat: 1, Ali Imran: 28, Al Mumtahanah: 8, Shaad: 28), peranan, jasa atau kiprahnya dalam kehidupan umat (QS. Shaad: 28), hubungan kekerabatan dan tali silatur rahmi ( QS. Al Ahzab: 6), tingkat kebutuhan dan kondisi gawat daruratnya dengan melihat persediaan.

Adapun dari segi Donor juga harus diperhatikan berbagai pertimbangan skala prioritas yaitu ; 1. menanam jaringan/organ imitasi buatan bila memungkinkan secara medis. 2. Mengambil jaringan/organ dari tubuh orang yang sama selama memungkinkan karena dapat tumbuh kembali seperti, kulit dan lainnya. 3. Mengambil dari organ/jaringan binatang yang halal, adapun binatang lainnya dalam kondisi gawat darurat dan tidak ditemukan yang halal. 4. Mengambil dari tubuh orang yang mati dengan ketentuan seperti penjelasan di atas. 5. Mengambil dari tubuh orang yang masih hidup dengan ketentuan seperti diatas disamping orang tersebut adalah mukallaf ( baligh dan berakal ) harus berdasarkan kesadaran, pengertian, suka rela dan tanpa paksaan.

Disamping itu donor harus sehat mental dan jasmani yang tidak mengidap penyakit menular serta tidak boleh dijadikan komoditas.

Wallahu A'lam Wabillahit taufiq wal Hidayah


[+/-] Selengkapnya...

Tranflantasi dalam Islam

Karya Dr.Setiawan Budi Utomo


Allah Swt. menurunkan ajaran dien Al-Islam ke dunia untuk menjadi rahmat bagi semua makhlukNya. Dengan mengkaji sumber-sumber khazanah Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Nabi), maka kita akan menemukan ajaran hidup yang sarat pesan untuk dapat hidup bahagia, sejahtera, sehat lahir dan batin sebagai kontribusi Islam kepada kehidupan manusia dan manivestasi kerahmatan nya yang universal. Islam disamping memperhatikan kesehatan rohani sebagai jembatan menuju ketenteraman hidup duniawi dan keselamatan ukhrawi, ia juga sangat menekankan pentingnya kesehatan jasmani sebagai nikmat Allah yang sangat mahal untuk dapat hidup aktual secara optimal. Sebab kesehatan jasmani disamping menjadi faktor pendukung dalam terwujudnya kesehatan rohani, juga sebagai modal kebahagiaan lahiriah. Keduanya saling terkait dan melengkapi tidak bisa dipisahkan bagai dua sisi mata uang.


Oleh karena itu Islam sangat memuliakan ilmu kesehatan dan kedokteran sebagai perawat kehidupan dan misi kemanusiaan dengan izin Allah swt. Bahkan ia memerintahkan kita semua sebagai fardhu 'ain (kewajiban individual) untuk mempelajarinya secara global dan mengenali sisi biologis diri kita sebagai media peningkatan iman untuk semakin mengenal Allah Al-Khaliq disamping sebagai kebutuhan setiap individu dalam menyelamatkan dan menjaga hidupnya.

Firman Allah swt. yang artinya : " Dan di bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin. Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan.?" QS. Ad-Dzariyat ( 51) : 20, 21.) Sabda Nabi saw.: " Berobatlah wahai hamba Allah! karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit melainkan Ia telah menciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Islam juga menetapkan fardhu kifayah (kewajiban kolektif) dan menggalakkan adanya ahli-ahli di bidang kedokteran dan memandang kedokteran sebagai ilmu yang sangat mulia. Imam Syafi'i berkata: "Aku tidak tahu suatu ilmu setelah masalah halal dan haram (Fiqih/syariah) yang lebih mulia dari ilmu kedokteran." (Al-Baghdadi, Atthib minal kitab was sunnah hal :187).

Transplantasi jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam menurut manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai eksperimen transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar 2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as. seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan lemak yang diambil dari lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli bedah Itali, pada tahun 1597M untuk mencoba memperbaiki cacat hidung seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.

Pada ujung abad ke-19 M para ahli bedah, baru berhasil mentransplantasikan jaringan, namun sejak penemuan John Murphy pada tahun 1897 yang berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan, barulah terbuka pintu percobaan mentransplantasikan organ dari manusia ke manusia lain. Percobaan yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya berhasil, meskipun ia menghabiskan waktu cukup lama yaitu satu setengah abad. Pada tahun 1954 M Dr. J.E. Murray berhasil mentransplantasikan ginjal kepada seorang anak yang berasal dari saudara kembarnya yang membawa perkembangan pesat dan lebih maju dalam bidang transplantasi.

Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 Masehi, ilmu bedah sudah dikenal di berbagai negara dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara adi daya Romawi dan Persi. Namun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan yang berarti, meskipun sudah ditempuh berbagai upaya untuk mengembangkannya. Selama ribuan tahun setelah melewati bantak eksperimen barulah berhasil pada akhir abad ke-19 M, untuk pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad ke-20 M untuk pencangkokan organ manusia. Di masa Nabi saw. negara Islam telah memperhatikan masalah kesehatan rakyat, bahkan senantiasa berupaya menjamin kesehatan dan pengobatan bagi seluruh rakyatnya secara cuma-cuma. Ada beberapa dokter ahli bedah di masa Nabi yang cukup terkenal seperti al Harth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa'ah, juga Rafidah al Aslamiyah dari kaum wanita.

Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu, namun operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di masa Nabi saw., sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232) "bahwa kakeknya 'Arfajah bin As'ad pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut mulai membau (membusuk), maka Nabi saw. menyuruhnya untuk memasang hidung (palsu) dari logam emas". Imam Ibnu Sa'ad dalam Thabaqatnya (III/58) juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa 'Utsman (bin 'Affan) pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat (tahan lama).

Pada periode Islam selanjutnya berkat doktrin Islam tentang urgensi kedokteran mulai bertebaran karya-karya monumental kedokteran yang banyak memuat berbagai praktek kedokteran termasuk transplantasi dan sekaligus mencuatkan banyak nama besar dari ilmuwan muslim dalam bidang kesehatan dan ilmu kedokteran, diantaranya adalah; Al-Rozy (Th.251-311 H.) yang telah menemukan dan membedakan pembuluh vena dan arteri disamping banyak membahas masalah kedokteran yang lain seperti, bedah tulang dan gips dalam bukunya Al-Athibba. Lebih jauh dari itu, mereka bahkan telah merintis proses spesialisasi berbagai kajian dari suatu bidang dan disiplin. Az-Zahrawi ahli kedokteran muslim yang meninggal di Andalusia sesudah tahun 400-an Hijriyah telah berhasil dan menjadi orang pertama yang memisahkan ilmu bedah dan menjadikannya subjek tersendiri dari bidang Ilmu Kedokteran. Beliau telah menulis sebuah buku besar yang monumental dalam bidang kedokteran khususnya ilmu bedah dan diberi judul "At-tashrif".

Buku ini telah menjadi referensi utama di Eropa dalam bidang kedokteran selama kurang-lebih lima abad dan sempat diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia termasuk bahasa latin pada tahun 1497 M. Dan pada tahun 1778 M. dicetak dan diterbitkan di London dalam versi arab dan latin sekaligus. Dan masih banyak lagi nama-nama populer lainnya seperti Ibnu Sina (Lihat, Dr.Mahmud Alhajj Qasim, Atthibb 'indal 'arab wal muslimin hal: 105, Al-Ward, Mu'jam 'Ulama al-A'rab I / 144).

Transplantasi menurut Dr. Robert Woworuntu dalam bukunya Kamus Kedokteran dan Kesehatan (1993:327) berarti : Pencangkokan. Dalam Kamus Kedokteran DORLAND dijelaskan bahwa transplantasi berasal dari transplantation [trans-+ L.plantare menanam] berarti : penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Adapun transplant berarti : 1. mentransfer jaringan dari satu bagian ke bagian lain. 2. organ atau jaringan yang diambil dari badan untuk ditanam ke daerah lain pada badan yang sama atau ke individu lain. Jadi, menurut terminologi kedokteran "transplantasi" berarti; "suatu proses pemindahan atau pencangkokan jaringan atau organ tubuh dari suatu atau seorang individu ke tempat yang lain pada individu itu atau ke tubuh individu lain". Dalam dunia kedokteran jaringan atau organ tubuh yang dipindah disebut graft atau transplant; pemberi transplant disebut donor; penerima transplant disebut kost atau resipien.

Dalam prakteknya, berhasil tidaknya jaringan atau organ yang ditransplantasikan dari donor ke resipien tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya reaksi immunitas pada resipien. Penolakan jaringan atau organ oleh resipien disebabkan adanya antigen yang dimiliki oleh sel donor tetapi tidak dimiliki oleh sel resipien. Meskipun demikian, faktor tersebut tidak merupakan suatu hambatan besar dalam dunia kedokteran. Para ahli medis di lapangan masih mampu mengatasinya dengan berbagai macam cara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi penolakan, seperti dengan merusak sel-sel limfosit yang dimiliki oleh resipien atau membuang organ yang memproduksi sel limfosit yaitu limpa dan thymus.

Transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia bedah kedokteran modern. Dalam beberapa dekade terakhir tampaknya transplantasi semakin marak dan menjadi sebuah tantangan medis, baik dari upaya pengembangan aplikasi terapan dan teknologi prakteknya, maupun ramainya polemik yang menyangkut kode etik dan hukum nya khususnya hukum syariah Islam.

Seperti beberapa topik yang diangkat dalam seminar berjudul "Organ Transplantation and Health Care Management From Islamic Perspective" yang diselenggarakan oleh FOKKI (Forum Kajian Kedokteran Islam Indonesia), FIMA (Federation of Islamic Medical Association) dan MUI di Universitas Yarsi pada tanggal 29-30 Juli 1996 diantaranya mengangkat persoalan tentang tata cara penetapan kepastian mati, boleh tidaknya donor mengambil imbalan, binatang sebagai alat donor, donor dari orang kafir untuk muslim/sebaliknya.

Banyak orang yang bertanya-tanya tentang hukum dan ketentuan syariah Islam mengenai transplantasi yang menyangkut berbagai kasus prakteknya serta persoalan konsepsional mendasarnya khususnya di kalangan medis, seperti kata Dr. Tarmizi yang menyoroti fenomena bahwa saat ini yang paling sesuai untuk transplantasi organ jantung manusia adalah babi (Media Dakwah, No.265 Rab. Awal 1417 H/Agustus 1996). Karena masalah ini menyangkut banyak dimensi hukum, moral, etika kemanusiaan dan berbagai aspek kehidupan maka bermunculanlah kontroversi pendapat pro-kontra mengenai kasus ini.

Pada hakekatnya, syari'ah Islam ketika berbicara tentang boleh dan tidaknya suatu masalah, tidak terpasung pada batas 'hukum sekedar untuk hukum'. Lebih jauh dari itu, bahwa semua kaedah dan kebijakan hukum syariah Islam memiliki hikmah. Dimensi vertikalnya, sebagai media ujian iman yang menumbuhkan motivasi internal terlaksananya suatu etika dan peraturan hidup. Adapun dimensi horisontalnya adalah ia berdampak positif dan membawa kebaikan bagi kehidupan umat masunisa secara universal. Meskipun demikian, ketika para pakar hukum, pakar syariah Islam dan tokoh atau pemuka agama mengatakan bahwa praktek transplantasi pada kenyataanya adalah perlu dan sangat bermanfaat bagi kemanusiaan untuk menyelamatkan kehidupan dan dapat mengfungsikan kembali tempat organ atau jaringan tubuh manusia yang telah rusak yang oleh karenanya dibolehkan dan perlu dikembangkan, namun bagaimanapun juga perlu kajian mendalam lebih lanjut agar dalam prakteknya tetap dalam koridor kaedah syari'ah, tidak melenceng dari tujuan kemanusiaan serta menghindari kasus penyalahgunaan, distorsi pelacuran medis dan eksploitasi rendah yang menjadikannya komoditi dan ajang bisnis sehingga justri menampilkan perilaku tidak manusiawi.

Secara prinsip syariah secara global, mengingat transplantasi organ merupakan suatu tuntutan, kebutuhan dan alternatif medis modern tidak ada perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ ataupun jaringan. Dalam simposium Nasional II mengenai masalah "Transplantasi Organ" yang telah diselenggarakan oleh Yayasan Ginjal Nasional pada tangal 8 September 1995 di arena PRJ Kemayoran, telah ditandatangani sebuah persetujuan antara lain wakil dari PB NU, PP Muhammadiyah, MUI disetujui pula oleh wakil-wakil lain dari berbagai kelompok agama di Indonesia. Bolehnya transplantasi organ tersebut juga ditegaskan oleh DR. Quraisy Syihab bahwa; "Prinsipnya, maslahat orang yang hidup lebih didahulukan." selain itu KH. Ali Yafie juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan penguat pembolehan transplantasi yaitu "hurmatul hayyi a'dhamu min hurmatil mayyiti" (kehormatan orang hidup lebih besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati.)

Lebih rinci, masalah transplantasi dalam kajian hukum syariah Islam diuraikan menjadi dua bagian besar pembahasan yaitu : Pertama : Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari tubuh yang sama. Kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu lain yang dirinci lagi menjadi dua persoalan yaitu: A. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain baik yang masih hidup maupun sudah mati, dan B. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu binatang baik yang tidak najis/halal maupun yang najis/haram.

Masalah pertama yaitu seperti praktek transplantasi kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pembuluh darah pada bagian kaki. Masalah ini hukumnya adalah boleh berdasarkan analogi (qiyas) diperbolehkannya seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab. (Dr. Al-Ghossal dalam Naql wa Zar'ul A'dha (Transplantasi Organ) : 16-20, Dr. As-Shofi, Gharsul A'dha : 126 ).

Adapun masalah kedua yaitu penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain maka dapat kita lihat persoalannya apabila jaringan/organ tersebut diambil dari orang lain yang masih hidup, maka dapat kita temukan dua kasus.

Kasus Pertama : Penanaman jaringan/organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian donaturnya bila diambil. Seperti, jantung, hati dan otak. Maka hukumnya adalah tidak boleh yaitu berdasarkan firman Allah Swt dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah:195, An-Nisa’:29, dan Al-Maidah:2 tentang larangan menyiksa ataupun membinasakan diri sendiri serta bersekongkol dalam pelanggaran.

Kasus kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup yang tidak mengakibatkan kematiannya seperti, organ tubuh ganda diantaranya ginjal atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek donor darah. Pada dasarnya masalah ini diperbolehkan selama memenuhi persyaratannya yaitu:

1. Tidak membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donatur jaringan/organ. Karena kaidah hukum islam menyatakan bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa/sebanding.

2. Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan.

3. Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat. 4.Boleh dilakukan bila peluang keberhasilan transplantasi tersebut sangat besar. (Lihat: Mudzakarah Lembaga Fiqh Islam Rabithah Alam Islami, edisi Januari 1985 M.)

Namun demikian, ada pengecualian dari semua kasus transplantasi yang diperbolehkan yaitu tidak dibolehkan transplantasi buah zakar meskipun organ ini ganda karena beberapa alasan diantaranya: dapat merusak fisik luar manusia, mengakibatkan terputusnya keturunan bagi donatur yang masih hidup dan transplantasi ini tidak dinilai darurat, serta dapat mengacaukan garis keturunan. Sebab menurut ahli kedokteran, organ ini punya pengaruh dalam menurunkan sifat genetis. (Ensiklopedi Kedokteran Modern, edisi bahasa Arab III/ 583, Dr. Albairum, Ensiklopedi Kedokteran Arab, hal 134.)

Adapun masalah penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari orang mati yang kondisinya benar-benar telah mati secara devinif dan medis. Organ/jaringan yang akan ditransfer tersebut dirawat dan disimpan dengan cara khusus agar dapat difungsikan. Maka hal ini secara prinsip syariah membolehkannya berdasarkan firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Kahfi:9-12 dan berdasarkan kaedah fiqih diantaranya: " Suatu hal yang telah yakin tidak dapat dihilangkan dengan suatu keraguan/tidak yakin ", " Dasar pengambilan hukum adalah tetap berlangsungnya suatu kondisi yang lama sampai ada indikasi pasti perubahannya."

Berbagai hasil muktamar dan fatwa lembaga-lembaga Islam internasional yang berkomperten membolehkan praktek transplantasi jenis ini diantaranya konperensi OKI (Malaysia, April 1969 M ) dengan ketentuan kondisinya darurat dan tidak boleh diperjualbelikan, Lembaga Fikih Islam dari Liga Dunia Islam (Mekkah, Januari 1985 M.), Majlis Ulama Arab Saudi (SK. No.99 tgl. 6/11/1402 H.) dan Panitia Tetap Fawa Ulama dari negara-negara Islam seperti Kerajaan Yordania dengan ketentuan harus memenuhi persyaratan;

1. Harus dengan persetujuan orang tua mayit / walinya atau wasiat mayit 2. Hanya bila dirasa benar-benar memerlukan dan darurat. 3. Bila tidak darurat dan keperluannya tidak urgen atau mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli waris donatur ( tanpa transaksi dan kontrak jual-beli ). Demikian pula negara Kuwait (menurut SK Dirjen Fatwa Dept. Wakaf dan Urusan Islam no.97 tahun 1405 H. ), Mesir. (SK. Panitia Tetap Fatwa Al-Azhar no. 491), dan Al-Jazair (SK Panitia Tetap Fatwa Lembaga Tinggi Islam Aljazair, 20/4/1972)

Disamping itu banyak fatwa ulama bertaraf internasional yang membolehkan praktek tersebut diantaranya: Abdurrahman bin Sa'di ( 1307-1367H.), Ibrahim Alyakubi ( dalam bukunya Syifa Alqobarih ), Jadal Haq (Mufti Mesir dalam majalah Al-Azhar vol. 7 edisi Romadhon 1403), DR. Yusuf Qordhowi (Fatawa Mu'ashiroh II/530 ), DR. Ahmad Syarofuddin ( hal. 128 ), DR. Rouf Syalabi ( harian Syarq Ausath, edisi 3725, Rabu 8/2/1989 ), DR. Abd. Jalil Syalabi (harian Syarq Ausath edisi 3725, 8/2/1989M.), DR. Mahmud As-Sarthowi (Zar'ul A'dho, Yordania), DR. Hasyim Jamil (majalah Risalah Islamiyah, edisi 212 hal. 69).

Alasan mereka membolehkannya berdasarkan pada; a. ayat al-Qur’an yang membolehkan mengkonsumsi barang-barang haram dalam kondisi benar-benar darurat. (QS. Al-Baqarah:173, Al-Maidah:3, Al-An’am:119,145, b. anjuran al-Qur’an untuk merawat dan meningkatkan kehidupan (QS. Al-Maidah: 32.c. ayat-ayat tentang keringanan dan kemudahan dalam Islam (QS.2:185, 4:28, 5:6, 22:78), d. hal itu sebagai amal jariyah bagi donatur yang telah mati dan sangat berguna bagi kemanusiaan. e. Allah sangat menghargai dan memuji orang-orang yang berlaku 'itsaar' tanpa pamrih dan dengan tidak sengaja membahayakan dirinya atau membinasakannya.(QS. 95:9) f. Kaedah-kaedah umum hukum Islam yang mengharuskan dihilangkannya segala bahaya.

Masalah penanaman jaringan/organ yang diambil dari tubuh binatang , maka dapat kita lihat dua kasus yaitu;

Kasus Pertama: Binatang tersebut tidak najis/halal, seperti binatang ternak (sapi, kerbau, kambing ). Dalam hal ini tidak ada larangan bahkan diperbolehkan dan termasuk dalam kategori obat yang mana kita diperintahkan Nabi untuk mencarinya bagi yang sakit.

Kasus Kedua : Binatang tersebut najis/ haram seperti, babi atau bangkai binatang dikarenakan mati tanpa disembelih secara islami terlebih dahulu. Dalam hal ini tidak dibolehkan kecuali dalam kondisi yang benar-benar gawat darurat. dan tidak ada pilihan lain. Dalam sebuah riwayat atsar disebutkan: "Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, namun janganlah berobat dengan barang haram." Dalam kaedah fiqh disebutkan "Adh Dharurat Tubihul Mahdhuraat" (darurat membolehkan pemanfaatan hal yang haram) atau kaedah "Adh Dhararu Yuzaal" (Bahaya harus dihilangkan) yang mengacu surat Al Maidah: 3. "Adh Dharurat Tuqaddar Biqadarihaa" (Peertimbangan kondisi darurat harus dibatasi sekedarnya) Al Baqarah: 173 (Majma' Annahr : II/535, An-Nawawi dalam Al-Majmu' : III/138 ).

Sebagai penutup jawaban, perlu saya kemukakan beberapa catatan untuk praktik transplantasi yang dibolehkan yaitu dari segi Resipien (Reseptor) harus diperhatikan skala prioritas dan pertimbangan dalam memberikan donasi organ atau jaringan seperti tingkat moralitas, mental, perilaku dan track record yang menentramkan lingkungan serta baik bagi dirinya dan orang lain. (QS. Al Hujurat: 1, Ali Imran: 28, Al Mumtahanah: 8, Shaad: 28), peranan, jasa atau kiprahnya dalam kehidupan umat (QS. Shaad: 28), hubungan kekerabatan dan tali silatur rahmi ( QS. Al Ahzab: 6), tingkat kebutuhan dan kondisi gawat daruratnya dengan melihat persediaan.

Adapun dari segi Donor juga harus diperhatikan berbagai pertimbangan skala prioritas yaitu ; 1. menanam jaringan/organ imitasi buatan bila memungkinkan secara medis. 2. Mengambil jaringan/organ dari tubuh orang yang sama selama memungkinkan karena dapat tumbuh kembali seperti, kulit dan lainnya. 3. Mengambil dari organ/jaringan binatang yang halal, adapun binatang lainnya dalam kondisi gawat darurat dan tidak ditemukan yang halal. 4. Mengambil dari tubuh orang yang mati dengan ketentuan seperti penjelasan di atas. 5. Mengambil dari tubuh orang yang masih hidup dengan ketentuan seperti diatas disamping orang tersebut adalah mukallaf ( baligh dan berakal ) harus berdasarkan kesadaran, pengertian, suka rela dan tanpa paksaan.

Disamping itu donor harus sehat mental dan jasmani yang tidak mengidap penyakit menular serta tidak boleh dijadikan komoditas.

Wallahu A'lam Wabillahit taufiq wal Hidayah


[+/-] Selengkapnya...

Rabu, 01 April 2009

Sunday, May 4, 2008
Yang Sesat dan Yang Ngamuk

Ada sebuah artikel bagus di Gus Mus mengenai kasus-kasus kekerasan yang menimpa Ahmadiyah. Artikel ini dimuat di harian Jawapos.
----------------------------------

Yang Sesat dan Yang Ngamuk

Oleh A. Mustofa Bisri

Karena melihat sepotong, tidak sejak awal, saya mengira massa yang ditayangkan TV itu adalah orang-orang yang sedang kesurupan masal. Soalnya, mereka seperti kalap. Ternyata, menurut istri saya yang menonton tayangan berita sejak awal, mereka itu adalah orang-orang yang ngamuk terhadap kelompok Ahmadiyah yang dinyatakan sesat oleh MUI.

Saya sendiri tidak mengerti kenapa orang -yang dinyatakan- sesat harus diamuk seperti itu? Ibaratnya, ada orang Semarang bertujuan ke Jakarta, tapi ternyata tersesat ke Surabaya, masak kita -yang tahu bahwa orang itu sesat- menempelenginya. Aneh dan lucu.



Konon orang-orang yang ngamuk itu adalah orang-orang Indonesia yang beragama Islam. Artinya, orang-orang yang berketuhanan Allah Yang Mahaesa dan berkemanusiaan adil dan beradab. Kita lihat imam-imam mereka yang beragitasi dengan garang di layar kaca itu kebanyakan mengenakan busana Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Kalau benar mereka orang-orang Islam pengikut Nabi Muhammad SAW, mengapa mereka tampil begitu sangar, mirip preman? Seolah-olah mereka tidak mengenal pemimpin agung mereka, Rasulullah SAW.

Kalau massa yang hanya makmum, itu masih bisa dimengerti. Mereka hanyalah mengikuti telunjuk imam-imam mereka. Tapi, masak imam-imam -yang mengaku pembela Islam itu- tidak mengerti misi dan ciri Islam yang rahmatan lil ’aalamiin, tidak hanya rahmatan lithaaifah makhshuushah (golongan sendiri). Masak mereka tidak tahu bahwa pemimpin agung Islam, Rasulullah SAW, adalah pemimpin yang akhlaknya paling mulia dan diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Masak mereka tidak pernah membaca, misalnya ayat “Ya ayyuhalladziina aamanuu kuunuu qawwamiina lillah syuhadaa-a bilqisthi…al-aayah” (Q. 5: 8). Artinya, wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu penegak-penegak kebenaran karena Allah dan saksi-saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum menyeret kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah; adil itu lebih dekat kepada takwa. Takwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.

Apakah mereka tidak pernah membaca kelembutan dan kelapangdadaan Nabi Muhammad SAW atau membaca firman Allah kepada beliau, “Fabimaa rahmatin minaLlahi linta lahum walau kunta fazhzhan ghaliizhal qalbi lanfaddhuu min haulika… al-aayah” (Q. 3: 159). Artinya, maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berperangai lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati kejam, niscaya mereka akan lari menjauhimu…”

Tak Mengerti

Sungguh saya tidak mengerti jalan pikiran atau apa yang merasuki pikiran mereka sehingga mereka tidak mampu bersikap tawaduk penuh pengayoman seperti dicontoh-ajarkan Rasulullah SAW di saat menang. Atau, sekadar membayangkan bagaimana seandainya mereka yang merupakan pihak minoritas (kalah) dan kelompok yang mereka hujat berlebihan itu mayoritas (menang).

Sebagai kelompok mayoritas, mereka tampak sekali -seperti kata orang Jawa- tidak tepa salira. Apakah mereka mengira bahwa Allah senang dengan orang-orang yang tidak tepo saliro, tidak menenggang rasa? Yang jelas Allah, menurut Rasul-Nya, tidak akan merahmati mereka yang tidak berbelas kasihan kepada orang.

Saya heran mengapa ada -atau malah tidak sedikit- orang yang sudah dianggap atau menganggap diri pemimpin bahkan pembela Islam, tapi berperilaku kasar dan pemarah. Tidak mencontoh kearifan dan kelembutan Sang Rasul, pembawa Islam itu sendiri. Mereka malah mencontoh dan menyugesti kebencian terhadap mereka yang dianggap sesat.

Apakah mereka ingin meniadakan ayat dakwah? Ataukah, mereka memahami dakwah sebagai hanya ajakan kepada mereka yang tidak sesat saja?

Atau? Kelihatannya kok tidak mungkin kalau mereka sengaja berniat membantu menciptakan citra Islam sebagai agama yang kejam dan ganas seperti yang diinginkan orang-orang bodoh di luar sana. Tapi…

KH A. Mustofa Bisri, pengasuh Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang




[+/-] Selengkapnya...

Senin, 09 Maret 2009

SELAMAT DATANG " KIBLAT.COM "
SEARCH ENGINE ISLAM PERTAMA ,SEMOGA SUKSES AMIIIN.











[+/-] Selengkapnya...

Jumat, 06 Maret 2009

KEBANGKITAN KHILAFAH ISLAM

Oleh: Luthfur Rahman Mahmud

Islam bukan hanya satu-satunya agama yang paling cepat perkembangannya melainkan juga merupakan agama kedua terbesar di dunia. Diperkirakan bahwa sekitar 1,3 bilyun muslimin hidup di dunia. Meskipun mempunyai masa lalu yang cemerlang dan satu peradaban yang kaya; ada kekayaan dalam bentuk emas hitam, kedudukan geografi yang menguntungkan dan persekutuan dari 56 pemerintahan, mereka ada dalam keadaan cerai-berai. Banyak kaum muslimin secara tepat mempercayai bahwa kebangkitan Khilafah Rasyidah merupakan obat terbaik bagi keputus asaan mereka yang berakar dalam. Dalam jangka masa 125 tahun, sekitar selusin usaha telah dibuat oleh pribadi-pribadi yang berpengaruh dan kelompok-kelompok kuat untuk menghidupkan kembali ke-khalifah-an, yang gagal atau dalam hal yang berhasil terbukti berumur pendek. Tujuan tulisan ini adalah untuk mencatat seluruh peristiwa dalam sejarah Islam. Saya juga akan menunjukkan sebab kegagalan mereka yang berulang-ulang.


Mahdi Sudan

Sejarah kebangkitan khilafat Islam di masa modern berawal dari seorang Sufi bangsa Sudan, Muhammad Ahmad (1848-1885), yang mendakwakan diri sebagai Mahdi yang ditunggu-tunggu tahun 1881. Tujuan-tujuan pokoknya adalah untuk menyingkirkan pemerintahan Turki-Mesir di Sudan dan memurnikan Islam. Dengan kata lain, Jihad Mahdi itu ditujukan kepada sesama muslim. Benderanya yang menggambarkan dirinya sebagai "Khalifah Nabi Muhammad s.a.w." juga mengutip bagian ayat Al-Qur'an: Pertolongan Allah itu dekat (2:215).

Pasukan Inggris merampas bendera merah ini tahun 1885. Foto peristiwa sejarah ini dapat dilihat dalam buku William Crompton berjudul, "Flags (Alfred A. Knoph, Ed. 1989, hal. 21)."

Pasukan Mahdi itu dikalahkan dalam Pertempuran Omdurman tahun 1898. Abdullahi khalifahnya, beserta pembesar tertinggi tewas bertempur melawan pasukan gabungan Inggris-Mesir di bawah pimpinan Lord Kitchner. Itulah akhir khilafat Mahdi dan diciptakan negeri Islam baru. Sesudah itu Sudan diperintah selama setengah abad oleh penguasa Inggris-Mesir.

Kemunculan Khilafat Baru Dari Tanah Hijaz

Gagasan gerakan Arab menghadapi Khilafat Usmaniah (Ottoman) ditiupkan oleh Lord Kitchner (yang kemudian menjadi Komisioner Tinggi Inggris untuk Mesir) tahun 1914, yang sampai kepada Husain, Syarif (Penguasa) Makkah, bahwa dalam hal gerakan yang berhasil, Sang Syarif tidak hanya dijadikan "Raja Tanah Arab" tapi juga Khalifah. Lord Kitchner secara khusus menekankan poin khilafat: "Adalah mungkin bahwa seorang Arab dari ras sejati akan memangku khilafat di Makkah atau Madinah, dan juga kebaikan mungkin datang dengan pertolongan Tuhan keluar dari segala keburukan yang kini sedang berlangsung." (Foreign Office Papers, 371/1978-87396, rujukan dalam buku F. E. Peters, Mecca, Princeton University Press, Ed. 1994, p. 381).

Tampak bahwa selama dia tinggal di Kairo, Lord Kitchner menjadi tahu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hadhrat Jabir bin Samurah r.a. mengenai dua belas khalifah Quraisy (Misykat, Kitabul Manaqib). Dalam Surat Kitchner "An Arab of true race" (seorang Arab dari ras sejati) adalah merujuk pada Syarif Makkah, yang merupakan keturunan langsung dari Rasulullah (s.a.w), berasal dari Bani Hasyim dan "evil" (keburukan) dia maksudkan penguasaan Usmaniah atas tanah Hijaz dan Arab. Keluarga Syarif, dengan sokongan dari Pemerintah Inggris, "membebaskan" Hijaz, Palestina, Syiria dan Irak, sesudah mengalahkan Turki yang berpihak dengan Jerman, yang kalah di Perang Dunia I. Sang Pemenang memberi imbalan kepada keluarga Syarif. Husain diterima sebagai Raja Hijaz. Abdullah putranya diangkat sebagai penguasa di Trans-Yordania. Faisal putranya yang lain diberi tahta Syiria yang kemudian menjadi Raja Iraq. Raja Husain dinyatakan sebagai Khalifah segera sesudah runtuhnya Khilafat Usmaniah pada 3 Maret 1924. Rakyat Hijaz, Trans-Yordania, dan Irak menyatakan kesetiaan mereka kepadanya. Bahkan Wahiduddin Khalifah Usmaniah yang diberhentikan, menerima Raja Husain sebagai Khalifah baru. Tapi Khilafat baru ini tidak berlangsung lama. Inggris juga mengangkat satu kekuatan lain, Keluarga Sa'ud. Pasukan Sa'udi menang dan menguasai kota-kota besar di Hijaz. Menyadari penguasaan ini Raja Husain turun tahta menyerahkannya kepada Ali putranya dan melarikan diri dari Hijaz pada 14 Oktober 1924. Ali juga mengikuti jejaknya dan pemerintahan keluarga Syarif yang berumur seribu tahun ini berakhir. Malangnya Khilafat Hijazi, yang diciptakan sebagai pengganti Khilafat Usmaniah, dapat bertahan hanya beberapa bulan. Penting dicatat bahwa Khalifah Hasyimi yang baru itu menasihati umat Muslim pada 11 Maret 1924, secara mengesankan tercatat: "Hal itu bukanlah kebaikan dari Islam untuk tetap tanpa seorang khalifah selama lebih dari 3 hari." (Mecca, F. E. Peters, Princeton University Press, Ed. 1994, p. 380)

Ironisnya umat telah berada tanpa keberkatan itu selama lebih dari 80 tahun.

Gerakan Khilafat Di India

Perkembangan penting lainnya adalah Gerakan Khilafat, yang diluncurkan oleh Kaum Muslimin India dalam mendukung Khilafat Usmaniah. Pada titik ini sebuah jalur kecil sejarah terbuka. Tiga tahun sesudah runtuhnya Khilafat Abbasiah di Baghdad oleh bangsa Mongol tahun 1258, Pangeran Ahmad tiba di Kairo sesudah melarikan diri dari tahanan Mongol. Sultan Mesir menghidupkan kembali Khilafat Abbasiah di Kairo. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan Sultan tapi khilafat berlanjut hingga penaklukan Mesir oleh Usmaniah tahun 1570. Khalifah terakhir, Wathiq secara suka rela turun tahta menyerahkan kepada Sultan Salim dari Usmaniah dan menyerahkan lambang resmi khilafat yakni bendera, pedang, jubah Nabi Suci (s.a.w) dan kunci-kunci tempat suci Makkah dan Madinah. Itu merupakan lanjutan dari dinasti lain khalifah-khalifah Usmaniah. Keturunan-keturunan Salim tetap memerintah selama lebih dari 400 tahun.

Kekuasaan Usmaniah kalah dalam Perang Dunia I menandakan keruntuhan politik untuk Turki dan khilafatnya. Ali bersaudara yang termasyhur meluncurkan gerakan tahun 1919 untuk menggerakkan kaum muslimin India untuk menekan pemerintahan Inggris sebagai maksud menyokong Khilafat Usmaniah, yang dalam bahaya. Tujuan lain adalah untuk menyalurkan bantuan keuangan kepada Turki. Gerakan ini secara aktif berjalan hingga tahun 1925. Menarik untuk dicatat bahwa Mahatma Gandhi bukan hanya mengabsahkannya tapi juga memberi sokongan penuh kepada Khilafat Usmaniah. Stanley Wolpert memberi alasan untuk kepentingan Gandhi dalam masalah agama yang peka di kalangan kaum muslimin. Dia menulis: "Gandhi pertama kali meluncurkan keseluruh bangsa [gerakan] Satyagraha pada Agustus 1920. Dia menyeru orang-orang India di mana saja untuk memboikot barang-barang Inggris, sekolah-sekolah Inggris, gelar-gelar Inggris, kerja-kerja Inggris, pendeknya menarik sokongan bangsa India secara luas, mengancam Mesin Kerajaan hingga runtuh. Dia berusaha memenangkan masyarakat Muslim India juga Hindu ke pihaknya, dengan mengambil tuntutan pan-Islami menyusul kekalahan Khilafat Turki sebagai langkah pertama dalam gerakannya sendiri," (India, University of California Press, Ed. 1991, pp. 63, 64).

Mahatma Gandhi dapat mengambil keuntungan maksimum dari ikatannya dengan Gerakan Khilafat. Muhammad Zafrullah Khan mencatat secara seimbang: "Itu merupakan gerakan yang sangat cerdik di pihak Gandhi untuk memenangkan Ali bersaudara kepada Kongres dengan pernyataan simpati terhadap gerakan khilafat." (The Reminiscences of Sir Muhammad Zafrulla Khan, Oriental Publications, Ed. 2004, p. 7).

Ketika kaum muslimin India secara bersemangat menghasut dan berkorban dalam menyokong Khilafat Usmaniah, parlemen Turki membatalkannya pada 3 Maret 1924. Tindakan itu menghancurkan Gerakan Khilafat: "Penolakan khilafat oleh pemimpin sekuler Turki yang baru, Kamal Ataturk, menggagalkan Gerakan Khilafat." (India, The American University, Washington D. C., p. 58).

Kebangkitan Dan Kejatuhan Bacha-i-Saqao

Raja Afghan Amanullah Khan (yang adalah penguasa tak beruntung, seorang Ahmadi yang tak bersalah Maulwi Ni'matullah dirajam sampai mati tahun 1924) sesudah berkunjung ke luar negeri mencoba memperkenalkan pembaharuan berjangkauan luas dengan pandangan untuk memodernisasi Afghanistan tapi usahanya gagal dan rakyat berbalik melawannya. Amir Amanullah Khan dipaksa turun tahta digantikan saudaranya Inayatullah Khan, yang juga turun tahta. Itulah akhir dari dinasti yang zalim. Seorang prajurit bergelar sebagai Bacha-i-Saqao (Putra pembawa air) mengambil keuntungan dari suasana kacau ini. Dia memimpin revolusi dan menguasai Kabul pada Januari 1929. Amanullah Khan terpaksa melarikan diri untuk menyelamatkan hidupnya (raja pelarian ini meninggal di Roma tahun 1960).

Bacha-i-Saqao menyatakan dirinya khalifah dan menyatakan pemerintahannya sebagai "Amirul Mu'minin Habibullah Khan II." Gelar barunya itu merupakan daya tarik besar. Stephen Tanner, dalam bukunya, "Afghanistan – A Military History from Alexander The Great to the fall of Taliban (De Capo Press New York, Ed. 2002)" menulis bahwa Bacha-i-Saqao "lebih merupakan seorang raja perampok dari pada seorang kepala suku" tapi "ratusan penempur dari penjuru negeri bergabung dalam ikatannya." (hal. 222).

Bacha-i-Saqao dalam pemerintahannya menggantikan semua pembaharuan yang diperkenalkan oleh para penguasa sebelumnya. Dia mengangkat para mullah (ulama) dan pendekatan keras mereka dalam masalah-masalah wanita, pernikahan, sekolah, dan lembaga kebudayaan seperti perpustakaan dan museum. Untuk rinciannya silakan baca buku Magnus and Naby, berjudul, Afghanistan – Mullah, Marx and Mujahid, Westview Press, New York, Ed. 1998, hal. 42, 43.

Bacha-i-Saqao disingkirkan oleh Nadir Khan (bapak Raja Zahir Syah) pada Oktober 1929. Dia digantung bersama dengan 16 tokoh lain dari rezimnya. Pernyataan dirinya sebagai khalifah berakhir dengan kekerasan hanya selama sembilan bulan. Namanya yang sebenarnya adalah misteri sampai waktu ini.

Harapan Kerajaan Tuhan Di Mesir

Khilafat sebagai sebuah lembaga telah ada selama berabad-abad di Mesir. Abbasiah dan Fatimiah telah memerintah tempat lahir peradaban ini ketika menetap di Mesir. Paman Raja Faruq, Husain Kamil, raja ke delapan dari dinasti Muhammad Ali, telah menyajikan gagasan pemikiran gelar khalifah Islamiyah. Ketika pemerintah asing Inggris mengangkat Husain Syarif Makkah untuk jabatan kuasa itu, Husain Kamil mengemukakan namanya sebagai yang lebih berhak atas jabatan itu, tapi pemerintah Inggris menghinanya. F. E. Peters dalam bukunya, Mecca, menulis: "Husain Kamil telah diperingatkan oleh pemerintah Raja [Inggris] bahwa dia tidak dibenarkan mendambakan kedudukan itu." (hal. 381). Juga boleh dicatat bahwa langkah itu telah diambil pada Maret !917. Empat puluh tahun kemudian, beberapa cendekiawan, ahli politik dan wartawan menganggap Raja Faruq sebagai lambang pan-Islam. Saya secara jelas ingat bahwa pada tahun 1950-an Harian Zamindar Lahore menyiarkan satu masalah istimewa dengan gambar Raja Faruq di halaman depan sebagai Juru Selamat Umat Islam. Raja Faruq terbukti sebagai raja Mesir terakhir sebab dia tersingkir dalam perebutan kekuasaan militer, disusul dengan penghapusan kerajaan.

Kerajaan Harapan Yang Lain

Raja Faisal, raja ketiga dari keluarga Sa'ud, yang memerintah dari 1964-1975, menikmati gengsi besar dalam dunia Islam. Dialah yang pertama menggunakan senjata embargo minyak dan secara berhasil menanamkan pengaruhnya pada politik internasional. Nasser, Qaddafi dan beberapa pemimpin Arab lainnya tidak menyukai kemunculannya. Bagaimanapun pemimpin-pemimpin seperti Z. A. Bhutto dan Idi Amin merupakan pengagum-pengagum besarnya yang ingin melihatnya diangkat sebagai khalifah umat muslimin. Atas saran Raja Faisal dan dengan bantuan keuangan serta sokongan moralnya, sebuah konferensi kepala-kepala Negara dan pemerintah Islam diselenggarakan pada Pebruari 1972 di Lahore, Pakistan. Tn. Bhutto yang ada dalam semangat tinggi menyatakan dalam peristiwa itu: "Tentara Pakistan adalah tentara Islam. Kita akan memasuki Yerusalem sebagai bersaudara dalam pasukan." (Kingdom – Arabia and House of Saud, Robert Lacey, Ed. 1981, p. 419).

Iain Adamson memberi rincian pertemuan Lahore dalam bukunya, Man of God: "Idi Amin, diktator setengah gila Uganda mengusulkan agar Faisal dari Saudi Arabia hendaklah diangkat sebagai khalifah dunia Islam, tapi usulannya secara sangat hati-hati disiapkan oleh penyokong-penyokong Saudi-nya, jatuh ke atas tanah berbatu. Ada terlampau banyak perbedaan politik di kalangan banyak Negara maka tidak ada satu persetujuan untuk sesuatu pun yang dicapai sejauh ini." (Man of God, George Shepherd Publishers, Ed. 1990, p. 86).

Sayangnya, Raja Faisal tidak dapat terpilih sebagai khalifah umat muslimin. Dia mempunyai segala persyaratan ditambah dengan gelar yang paling bergengsi Penjaga Dua Tanah Suci tapi tak dapat menambah lebih banyak dambaannya sesuai perkiraannya. Dua tahun kemudian, Bhutto menyatakan orang-orang Ahmadi, yang adalah satu-satunya golongan Muslim yang diberkati dengan lembaga khilafat, sebagai bukan Muslim.

Raja Faisal dibunuh oleh keponakannya Faisal bin Musaid ketika raja akan menjumpai seorang perwakilan Kuwait. Itu terjadi tanggal 25 Maret 1975.

Gerakan Presiden Numerie Untuk Meraih Khilafat

Sesudah kekalahan pasukan Mahdi tahun 1899, gabungan Inggris-Mesir memerintah Sudan selama hampir enam puluh tahun. Sudan, akhirnya, memperoleh kemerdekaan tahun 1956, tujuh puluh satu tahun sesudah meninggalnya orang yang disebut Mahdi itu.

Ja'far Numerie menyingkirkan pemerintahan parlementer dalam suatu perebutan kuasa militer pada 25 Mei 1969. Kemudian Numerie menghapus semua partai politik dan Sudan dinyatakan sebagai negeri Sosialis. Atas dasar ini kaum komunis Sudan menyokong Numerie tapi kemudian berusaha menyingkirkannya. Perebutan kuasa gagal dan Numerie menghancurkan mereka. Sesudah itu dia memperkenalkan satu undang-undang baru menjadikan Sudan negeri satu partai politik. Suasana politik memaksa Numerie berbalik arah. Dia merangkul unsur-unsur agama dan fundamentalis. Tahun 1983, mantan sosialis ini memutuskan untuk memperkenalkan syariat, yang juga berlaku untuk kaum Kristen di selatan Sudan. Dia berharap bahwa melalui Islamisasi, dia dapat dengan mudah memperpanjang kekuasaan dan juga merintis jalannya menjadi "Imam Sudan", istilah dia untuk "Khalifah".

Bagian Selatan memberontak melawannya, mulailah keberatan umum terhadap kebijakan-kebijakan kerasnya. Jendral Siwar Al-Dahab, komandan pasukan tentara, menyingkirkan Numerie dalam perebutan kuasa tahun 1985. Dia mengungsi ke Mesir dan akhirnya kembali ke Sudan untuk menghabiskan hari-hari terakhirnya, tentu bukan sebagai "Imam Sudan". Sudan merupakan tanah perebutan kuasa militer. Ada lagi perebutan kuasa yang lain tahun 1989, tapi keadaan Numerie yang menyedihkan tetap tak berubah. (Untuk lebih rinci silakan lihat the Encyclopedia of Africa – South of the Sahara, John Middleton, vol. 4, Ed. 1997, Simon Schuster Mac Millan, New York, pp. 172-173).

Islamisasi Jendral Zia

Mungkin calon khilafat Islam yang paling tak bernilai adalah Jendral Ziaul Haq. Dia akan tetap diingat oleh para ahli sejarah karena kebijakan-kebijakannya yang keliru, yang memberikan Pakistan jutaan pecandu narkoba, budaya Kalashnikov (senjata api), lingkaran kebencian antar golongan, dan pemanfaatan Islam untuk tujuan-tujuan politik. Dia mendapat kekuasaan dalam kudeta tahun 1979 dan memerintah Pakistan dengan tangan besi. Dia memulai proses Islamisasi dan memperkenalkan pengumpulan paksa zakat dan sedekah, dan pengawasan kewajiban shalat di lingkungan resmi. Sewaktu-waktu, dia disapa oleh para pengagumnya "Amirul Mu'minin". Hal itu membuat dia berani untuk membidani sebuah hasrat untuk [menjadi] khilafat. Dia membenci kelompok Ahmadiyah dan menilai Jama'at sebagai "kanker" dan menetapkan pada 26 April 1984, Ordonansi XX untuk memberinya jalan bagi kedengkiannya yang mendalam. Dia sedang terbang tinggi ketika dia secara tiba-tiba mati dalam kecelakaan pesawat yang misterius pada 17 Agustus 1988, dekat Bahawalpur.

Jendral Zia mempunyai persamaan dengan Ja'far Numerie dalam beberapa segi. Keduanya adalah prajurit yang mendapat kekuasaan sesudah perebutan kuasa militer, memanfaatkan Islam untuk tujuan-tujuan politik, dan merangkul golongan-golongan agama dalam langkahnya. Kedua-duanya berkuasa selama bertahun-tahun melalui manuver politik. Walaupun mempunyai kuasa dan sokongan dari pemuka-pemuka agama, kedua orang ini gagal untuk meraih mahkota khilafat.

Fenomena Taliban

Sesudah perang Afghan berturut-turut (1978-1992), perang oleh Mujahidin Afghan dan penyokong-penyokong mereka, Russia dihalau keluar dari Afghanistan, tapi perang untuk berebut kuasa melanda negeri menuju perang saudara. Kemudian Taliban, mengambil keuntungan dari suasana itu, menguasai Kabul dan menguatkan kekuasaan pada lingkup yang besar dari perang yang membelah negeri. Mereka memulihkan keamanan tapi bandul berayun ke arah berlawanan ketika mereka memulai pelaksanaan ideologi mereka atas nama Islam. Stephen Turner memberikan kata-kata berikut untuk intisari hukum Taliban: "Para wanita dibuat tak dikenal, dilarang bekerja atau belajar. Keadilan dilaksanakan dengan memotong tangan, telinga atau kepala orang tergantung pada kejahatannya. Perajaman umum merupakan penyelesaian untuk zina. Televisi, musik, fotografi, bersiul dan menerbangkan layang-layang semua dilarang. Para wanita akan dipukul jika mereka memperlihatkan lengan atau memakai kaos kaki putih, manakala jendela-jendela di rumah mereka diharap agar dihitamkan. Taliban benar-benar menegakkan aturan di sebagian besar negeri, tapi itu merupakan bentuk abad pertengahan (masa kegelapan)." (Afghanistan – A Military History from Alexander the Great to the Fall of Taliban, De Capo Press New York, Ed. 2002, p. 284).

Perbuatan-perbuatan berlebihan di atas dilakukan oleh Taliban, menjadi berita utama dalam media internasional. Kemurnian asli dan hakiki Islam sedang dicoreng di dunia, tapi surat kabar Jihadi di Pakistan mula-mula memberi gelar "Amirul Mu'minin" kepada Mullah Umar, yang kadang-kadang mengenakan jubah yang dipercaya telah dipakai Nabi Suci (s.a.w) dengan pandangan untuk memikat kewenangannya. Para penyokong kebangkitan khilafat yang bersemangat mulai membandingkan Mullah Umar dengan Hadhrat Umar r.a. dengan penekanan pada kesederhanaan, kesalehan, kesungguhan dan integritas ulama itu pada keadilan Islam. Sesudah kejatuhan Taliban, terungkap bahwa bahkan sapi-sapi, kambing-kambing dan domba-domba Mullah Umar biasa hidup VIP (mewah) di dalam Istana Kandahar, dilengkapi dengan AC dan kasur berlapis. (Sesudah hal itu terungkap para penggemar bangsa Pakistan-nya mengemukakan penjelasan bahwa perlengkapan itu disiapkan oleh Usamah bin Laden untuk tamu terhormatnya). Patut dicatat bahwa mesin propaganda kaum Jihadi tanpa kenal lelah telah menyebarkan cerita bahwa mullah (ulama) itu tidur di atas tikar seperti sopirnya.

Mullah Umar melarikan diri dari Kabul dan mengambil napas beristirahat di Kandahar. Diumumkan bahwa Kandahar tidak akan jatuh hingga hari kiamat, tapi hari menakutkan tiba hanya tujuh hari sesudah itu. Sang mullah dalam pelarian sejak itu dan rezimnya menantikan penghakiman sejarah yang keras. Taliban telah melakukan satu penghancuran yang tak dapat diperbaiki terhadap Islam. Afghanistan-nya Khilafat Mullah Umar telah digambarkan, secara ringkas, oleh Marshal Ewans (seorang pejabat di British Foreign Service dengan tinggal di Afghanistan, Pakistan dan India) dalam bukunya tentang Afghanistan:

"Adalah tak menjadi satu kebetulan bahwa Afghanistan, yang mungkin lebih parah dari pada suatu negeri lain di bumi ini, juga telah menjadi tempat teroris global yang mengancam."(Afghanistan, A Short History of its people and politic, Harper Collins Publishers, Ed. 2002, p.214).

"Khilafat" Mullah Umar hanya ada di surat-surat kabar pro-Taliban Pakistan. Rezim Taliban hanya diakui oleh tiga Negara – Pakistan, Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab. Singkatnya sebelum kejatuhan Taliban, negara-negara ini buru-buru menarik pengakuan mereka dan mullah itu harus menanggung akibatnya sendiri.

Dr. Israr Ahmad

Dr. Israr Ahmad adalah pengacara yang paling vokal dari kebangkitan khilafat Islam. Dia mendirikan Tanzim-e-Islami tahun 1975 dan meluncurkan Tahrik-e-Khilafat (Gerakan Khilafat)-nya sendiri tahun 1991. Dia percaya bahwa Pakistan merupakan bagian dari rencana Ilahi yang ditakdirkan untuk kebangkitan kembali Khilafat Islam. Hal itu menimbulkan persoalan yang sangat serius. Jika dakwaan itu benar, maka apa kedudukan para mullah (ulama) yang secara berapi-api menentang Gerakan Pakistan dan menyebutnya "Palidistan" (Tanah Kotor), dan mencap pemimpinnya, Qaid-i-Azam, sebagai Kafir-e-Azam (Kafir Besar)?

Dr. Israr Ahmad telah menulis 60 buku dan selebaran dan dihormati sebagai ahli tafsir Kitab Suci Al-Qur'an terkemuka. Dr. Sahib sedang mengalihkan kedudukan dengan homat untuk perwujudan impian khilafat. Dengan kedatangan Taliban di Afghanistan, Dr. Israr berharap bahwa Taliban akan meratakan jalan bagi khilafat Islam. Sesudah kekalahan mereka, Bangladesh menjadi pusat harapannya. Dia beralasan bahwa Muslim Bangladesh, yang berasal dari etnis yang sama, berbicara bahasa yang sama (Bengali) dan mengamalkan fiqih yang sama (Hanafi) menjadi kelompok yang solid untuk tersebarnya Khilafat Islamiyah.

Itulah seorang pemimpin Muslim Bengali yang mengemukakan resolusi Pakistan tahun 1940, yang ditakdirkan menjadi kenyataan tahun 1947. Dalam masa kurang dari 25 tahun, Muslim Bangali terpisah dari Pakistan dan mengubur teori dua bangsa termasyhur yang hidup. Meskipun harapan besar dan doa sungguh-sungguh dari Dr. Israr, dengan perubahan geografi dan iklim antar bangsa yang berbeda, golongan demokratik Bangladesh tidak akan membiarkan segolongan kecil ekstrimis keagamaan untuk membajak Negara itu atas nama sebuah slogan.

Dr. Israr menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang layak untuk menduduki jabatan khilafat Islamiyah. Dia pada suatu kali secara bersemangat mengadakan perjalanan ke Inggris untuk menerima bai'at dari orang-orang yang percaya kepadanya tapi sayang mimpi itu tidak dapat terpenuhi. Dr. Sahib adalah seorang penggemar berat dari ahli filsafat penyair Sir Muhammad Iqbal yang memandang kemungkinan khilafat Islamiyah di masa mendatang dari umat Islam dalam wujud pergiliran kepemimpinan dari persekutuan negeri-negeri Islam. Cendekiawan terpelajar akan memperoleh beberapa hal yang menarik hati dari hipotesa itu. Saya berharap beliau berumur panjang tapi saya mempunyai firasat bahawa akhir harapan beliau sebenarnya adalah harapan yang kosong.

Khilafat Di Bumi Inggris

Nabi Suci Muhammad s.a.w. telah diperintahkan oleh Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an untuk bermusyawarah dengan para sahabat beliau dalam masalah-masalah penting (3:160). Para khalifah beliau sepanjang pemerintahan mereka yang beberkat (632-661 M) mendapat manfaat dari badan penasihat (42:25). Islam menerima demokrasi tapi menekankan [pula] pada ketakwaan dan kesalehan orang-orang untuk memastikan sistem demokrasi yang benar-benar sehat dan bermanfaat. Ketika kritik-kritik anti-Islam secara terbuka mencuat, bahwa Islam bertentangan dengan demokrasi, kaum muslimin protes dan secara keras menolak pernyataan itu. Tapi pada pemilihan umum Inggris yang diadakan 5 Mei 2005, kaum muslimin yang berasal dari Hizbut Tahrir, Al-Muhajirun, dan Gerakan Khilafat, secara terbuka mengutuk demokrasi sebagai lembaga yang tak Islami dan menyerukan bahwa kaum muslimin hendaknya tidak memberikan suara mereka, bahkan mereka hendaknya berusaha untuk mendirikan khilafat, yang menurut mereka merupakan satu-satunya system pemerintahan yang dapat diterima. Mereka percaya bahwa seluruh penduduk muslimin di dunia hendaklah dipimpin oleh seorang khalifah. Ditekankan bahwa memberikan suara akan membuat mereka kafir. Di beberapa tempat pemungutan suara mereka berusaha untuk mengacaukan pemilihan. (Pakistan Times U.S.A. (Urdu) May 21st, 2005 page 7).

Hampir seluruh kaum muslimin yang tinggal di Inggris (sekitar 1,7 juta) menolak seruan ini dan para pemilih muslim menggunakan hak pilih mereka. Itulah akhir yang mengecewakan untuk gerakan penyokong khilafat di Inggris.

Sebab Kegagalan

Semua orang agamis yang bersemangat, raja-raja, pangeran-pangeran, pemimpin politik, kepala Negara dan pemerintahan, jendral yang menjabat dan purnawirawan, ulama dan cendekiawan, organisasi dan kelompok agama, yang berusaha menghidupkan kembali khilafat Islamiyah termasuk pendukung-pendukung dari Hindu dan Kristen, gagal untuk meraih tujuan mulia itu. Para pribadi dan organisasi ini telah mengadakan usaha-usaha yang sungguh-sungguh di berbagai bagian dunia pada waktu-waktu yang berbeda, tanpa keberhasilan. Timbul pertanyaan apa penyebab bencana ini, yang menyebar lebih dari seabad?

Hadits Nabi Suci Muhammad s.a.w. berikut ini menjawab pertanyaan itu. "Hudzaifah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi Suci Muhammad s.a.w. bersabda: "Kenabian akan tinggal beserta kalian selama Allah menghendaki, kemudian khilafat yang mengikuti kenabian akan ada beserta kalian selama Allah menghendaki, sesudah itu kerajaan akan bermula dan akan berlanjut selama Allah menghendaki, lalu kerajaan yang zalim akan berlaku dan akan berlanjut selama Allah menghendaki. Sesudah itu akan ada khilafat yang mengikuti kenabian." Sesudah itu Rasulullah s.a.w. berdiam diri." (Musnad Ahmad, Jil. 4, hal. 273, Darul Fikr Beirut, Lebanon. Misykat Babul Inzaar wat Tanzir)

Hadits di atas secara jelas merujuk pada jenis-jenis pemimpin dan penguasa dari umat Islam berikut ini, sesudah Rasulullah s.a.w.:

1). Khulafaur Rasyidin.

2). Raja-raja dan kerajaan.

3).Dinasti penguasa dalam wujud tirani.

4).Kebangkitan kembali Khilafat dengan kedatangan seorang utusan/penerima wahyu Ilahi/Muslih Rabbani.

Sejarah Islam yang sahih membuktikan kandungan hadits di atas sepenuhnya. Data para Khalifah dan Raja serta Dinasti penguasa umat ini diberikan dalam tabel berikut ini( Penguasa kedaerahan tidak dimasukkan):

Jenis Kepemimpinan


Jarak Masa


Jumlah Khalifah / Raja / Penguasa

Khulafaur Rasyidin


632 – 661 M


4

Pemerintah Dinasti Umayah di Damaskus


661 – 750 M


14

Pemerintah Dinasti Abbasiah di Baghdad


750 – 1258 M


37

Pemerintah Dinasti Abbasiah di Kairo


1261 – 1517 M


18

Pemerintah Dinasti Usmaniah


1517 – 1924 M


36

Dinasti yang bersamaan dengan Khilafat Abbasiah






Dinasti Umayah di Spanyol


756 – 1031 M


16

Dinasti Fatimiah di Mesir


909 – 1171 M


14

Jumlah keseluruhan Khalifah/Raja/Penguasa : 139.

Secara keseluruhan, para penguasa Dinasti Umayah, kecuali Yazid, Abdul Malik dan Walid, tidaklah buruk. Mereka melakukan banyak hal untuk pengembangan tapal batas negeri Islam dan konsolidasi Internasional. Beberapa ahli sejarah telah merujuk kepada Hadhrat Umar bin Abdul Aziz r.h., Mujaddid abad pertama Islam sebagai "Khalifah Rasyid" ke lima.

Dinasti Abbasiah menghasilkan 55 penguasa. Sebagian dari mereka adalah saleh dan takut kepada Tuhan, tapi banyak yang bersalah melakukan penumpahan darah, zalim dan tirani. Sejumlah besar Ulama saleh dan imam-imam dihinakan, dipenjarakan bahkan dibunuh karena perbedaan pendapat dengan raja-raja yang takabur. Penguasa-penguasa itu sendiri tidak kebal dari intrik-intrik kekuasaan, pemberontakan, persaingan-persaingan kepentingan dan politik. Tujuh raja Abbasiah diturunkan dari tahta, tiga dibutakan, dan lima dibunuh. Itu merupakan satu bukti keadaan huru-hara yang mencukupi yang dinubuatkan dalam hadits. Keadaan menyedihkan dari dinasti lain yang ada bersamaan atau mengikutinya adalah tidak berbeda. Dari tiga puluh enam penguasa Usmaniah, satu digantung, dua dibunuh, tujuh dilengserkan dan tiga dipaksa turun tahta digantikan penguasa lain. Penguasa Usmaniah ke lima memerintahkan untuk membunuh saudaranya untuk kestabilan politik. Sesudah itu pembunuhan atau pemenjaraan saudara oleh penguasa menjadi kebiasaan.

Khilafat Ahmadiyah

Bagian akhir dari hadits di atas merujuk pada kedatangan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Al-Masih Al-Mau'ud dan Mahdi a.s dan sesudah itu adalah awal era baru khilafat. Peristiwa ini terjadi pada 27 Mei 1908 ketika orang-orang yang beriman secara sepenuh hati mengadakan sumpah setia di tangan Hadhrat Maulana Nuruddin r.a., seorang keturunan dari Hadhrat Umar bin Khatab r.a. Kejayaan masa depan Islam kini terikat pada Khilafat Ahmadiyah.

Segi lain yang penting dicatat. Para penentang Jama'at Ahmadiyah dari kalangan ulama, raja, pangeran, jendral tentara, kepala Negara, pemimpin politik, organisasi, media, telah berusaha semampu mereka untuk menghancurkan Khilafat Ahmadiyah tapi sejauh ini telah gagal secara menyedihkan. Keadaan ini dapat menjadi pembuka mata untuk semua pencari kebenaran. Hadhrat Khalifatul Masih IV r.h., dalam khutbah jum'at yang kedua sesudah beliau menduduki jabatan khilafat meyakinkan kepada Jama'at bahwa, Insya Allah, Khilafat Ahmadiyah akan berlanjut tanpa rintangan dan halangan paling sedikit selama seribu tahun. Menurut nubuatan Hadhrat Masih Mau'ud a.s., Islam pasti bangkit sebagai satu kekuatan yang dominan dalam masa tiga abad sejak pengumuman nubuatan itu. Kita secara berhasil telah menjalani abad pertama. Sisa dua abad lagi akan membawa banyak kejutan yang menggembirakan. Kita yakin pada takdir kita. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. telah menyampaikan kepada kita: "Qazai aasman ast in baher haalat syawad peda"

Itu adalah ketetapan Ilahi, ditetapkan untuk terwujud, bagaimanapun juga ( Insya Allah).

Sumber: Ahmadiyya Gazette USA, May - June 2005, hal 30-39. Terjemahan: Muharim Awaludin (27 Ramadhan 1426/31-10-05).

Lihat Juga: http://ahmadiyah.info/index.php?option=com_content&task=view&id=104&Itemid=1

Recommend this article...





[+/-] Selengkapnya...

Islam dan Kekerasan

Oleh Ade Armando (Majalah Madina)

”Bunuh, bunuh, bunuh, BUNUH! PERANGI AHMADIYAH, BUNUH AHMADIYAH, BERSIHKAN AHMADIYAH DARI INDONESIA! Ahmadiyah halal darahnya! Persetan HAM! Tai kucing HAM! Allahu Akbar”

Kalimat-kalimat penuh kebencian itu dilontarkan Sobri Lubis. Dia adalah seorang tokoh Front Pembela Islam (FPI) yang berpidato dalam tabligh akbar di Banjar, Jawa Barat, 14 Februari 2008.

Saya memiliki rekaman pidatonya saat Sobri tampil dengan didampingi beberapa tokoh lainnya di hadapan ribuan umat Islam. Selain Sobri, ada pula Ir. M. Khattath, pimpinan Hizbut Tahrir Indonesia, yang dengan lebih tenang -- dan dengan senyum dinginnya -- menyatakan bila pengikut Ahmadiyah tidak mau bertobat, hukumannya mati. Juga ada Abu Bakar Baasyir yang juga dengan tenang menyatakan hukuman bagi nabi palsu sederhana: kalau ditemukan, tangkap, potong leher.

Kutipan-kutipan di atas sengaja diangkat untuk menunjukkan bahwa pembicaraan mengenai masih adanya gerakan-gerakan radikal yang menghalalkan kekerasan dalam umat Islam di Indonesia bukanlah omong kosong. Inilah kalangan yang atas nama agama merasa berhak menghabisi mereka yang berada di luar kelompoknya. Dalam kasus terakhir ini, mereka
secara bergelombang berusaha memaksa pemerintah untuk tunduk pada keyakinan mereka: bubarkan Ahmadiyah, nyatakan Ahmadiyah sebagai ajaran terlarang, paksa mereka tobat!

Kalau pemerintah tidak mau membubarkan, bagaimana? Di sini, pantas lagi dikutip pernyataan seorang aktivis yang menyebut dirinya Panglima Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII). Bernama asli Abdul Haris Umarela, orang yang sekarang mengubah namanya menjadi Abdurrahman Assegaf itu berfatwa: ”Darah Ahmadiyah halal,” Lalu, Umarela ini berkata pula: ”Insya Allah, dalam waktu dekat, bila pemerintah tidak menutup Ahmadiyah, jangan kami disalahkan bila kami akan memberantas mereka ...”

Saya bukan penganut Ahmadiyah. Saya duga sebagian besar dari pembaca artikel ini bukanlah penganut Ahmadiyah. Tapi saya ingin mengingatkan Anda semua untuk melihat ancaman yang sangat nyata dari kelompok-kelompok preman berjubah – dengan menggunakan istilah Ahmad Syafii Maarif – tersebut terhadap pertama-tama, Ahmadiyah, dan juga pada gilirannya nanti, pada keragaman dalam Islam dan juga kebhinekaan di negara ini.

Dalam kasus Ahmadiyah ini, suasananya menjadi lebih menakutkan karena gerakan radikal ini Islam memanfaatkan MUI yang memang kerap dijadikan rujukan dalam soal-soal keislaman. Dan lebih menakutkan lagi kemudian karena mereka sudah memanfaatkan tangan-tangan negara seperti Bakorpakem, yang melalui sebuah proses pemantauan yang tak memiliki pertanggungjawaban publik yang jelas, menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah memang ajaran yang sesat.

Saat ni, pemerintah belum mengeluarkan kata akhir. Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditunggu-tunggu kaum radikal itu belum lagi disahkan. Tapi, dalam waktu yang sempit ini, mari kita mengingatkan bahwa bila bila pembubaran Ahmadiyah terwujud maka sebenarnya kita sedang membiarkan terjadinya penzaliman terhadap jutaan warga Indonesia serta mmbiarkan kekuatan anti-demokrasi berkedok agama unjuk gigi mengarahkan politik di negara ini.

Adalah sangat penting bahwa seluruh bangsa di negara ini diyakini bahwa ini adalah negara hukum yang tidak bersikap diskriminatif. Kaum preman berjubah itu memang bisa saja berteriak, “Tai kucing itu HAM!” Masalahnya, mereka harus sadar bahwa, terlepas dari senang atau tidak, Indonesia adalah sebuah negara hukum yang percaya pada perlindungan HAM sebagaimana tertuang dalm deklarasi Universal HAM dan UUD 1945. Banyak dari para ulama itu juga berargumen bahwa di negara-negara seperti Pakistan dan Saudi Arabia, Ahmadiyah dilarang. Para ulama yang buicara seperti itu lupa dua negara itu adalah negara Islam. Indonesia bukan.

Karena itu alasan untuk membubarkan sebuah ajaran – kalau itu memang bisa dilakukan – haruslah merujuk pada konstitusi. Dalam hal ini, terlepas dari para ulama MUI bilang apa, tak ada alasan untuk membubarkan Ahmadiyah. Kalau saja Ahmadiyah adalah sebuah gerakan yang memprovokasi kekerasan dan mendorong para pengikutnya menyerang pihak lain, organisasi itu sebaiknya memang dibubarkan. Masalahnya, Ahmadiyah tidak bergaya begitu.

Ahmdiyah itu sudah ada di Indonesia sejak 1920an. Pernahkah kita mendengar mereka melakukan aksi kekerasan dan menyerang pihak lain? Tidak. Dan ini bisa dijelaskan dengan merujuk pada salah satu dasar ajaran Ahmadiyah. Mereka memang anti menggunakan kekerasan untuk memperjuangkan Islam. Istilah jihad dalam komunitas Ahmadiyah dipercaya sebagai penyebaran ajaran dengan cara dakwah dan persuasif. Justru karena sikap anti-kekerasan inilah, Ahmadiyah dulu kerap dituduh sebagai gerakan pro kaum penjajah Barat.

Secara ironis harus ditunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, umat Ahamdiyah justru menjadi korban penindasan oleh kekuatan-kekuatan yang melecehkan hukum dan pemerintah. Permukiman mereka dihancurkan, mereka diusir dan sebagian sampai sekarang harus ditempat pengungsian, masjid-masjid mereka diluluhlantakkan, secara fisik warga Ahmadiyah dipukuli, diteror. Dalam hal ini, sangat tidak masuk di akal bila dikatakan bahwa Ahmadiyah meresahkan masyarakat karena tindakan-tindakan
mereka.

Karena itu, satu-satunya alasan untuk mempersoalkan kehadiran Ahmadiyah adalah soal penafsiran Islam. MUI memang sudah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat. Dalam konteks demokrasi, mereka tentu berhak untuk mengeluarkan pernyataan semacam itu. Tapi itu tentu saja sebatas penilaian sejumlah ulama yang selalu mungkin salah. Bukankah untuk menentukan kapan Iedul Fitri saja, ulama bisa berbeda pendapat?

Celakanya, sebagian pihak berusaha meyakinkan orang bahwa karena MUI sudah berkesimpulan begitu, itulah kebenaran absolut. Ini menggelikan. Seandainya kita sempat membaca beragam ensiklopedi otoritatif di berbagai negara, terbaca jelas bahwa Ahmadiyah senantiasa dianggap sebagai sebuah aliran dalam Islam. Ensiklopedi Islam yang disusun Prof. Dr. Azyumardi Azra saja jelas-jelas menulis Ahmadiyah sebagai bagian dari Islam. Kalau Ahmadiyah memang sebuah aliran yang mengada-ada, masakan di dunia ada puluhan juta umat Ahamdiyah?

Perdebatan soal Ahmadiyah adalah murni soal penafsiran. Ahmadiyah sepenuhnya mengakui rukun Islam dan rukun iman, sebagaimana diyakini mayoritas umat Islam lainnya. Ahmadiyah mengakui Muhammad SAW sebagai rasul terakhir dan Al-Qur’an sebagai kitab suci mereka. Namun penganut Ahmadiyah juga meyakini bahwa di abad 19 lalu, lahir Mirza Ghulam Ahmad yang kemudian menerima wahyu dari Allah untuk merevitalisasi ajaran-ajaran yang dibawa Nabi Muhammad itu untuk menyelamatkan dunia Islam yang saat
itu sedang terpuruk. Karena itulah, umat Ahmadiyah meyakini Gulam Ahmad sebagai penyelamat yang dijanjikan Allah dalam Al-Qur’an.

Semua penganut Ahmadiyah tidak percaya bahwa Ghulam Ahmad sejajar dengan Nabi Muhammad dan rasul-rasul lainnya. Mereka hanya percaya bahwa 6-7 abad setelah Nabi Muhamad wafat, Allah menununjuk seorang terpilih – yakni Ghulam Ahmad – untuk memimpin umat Islam meraih kembali kejayaan Islam.

Para ulama di MUI itu bisa saja tidak percaya dengan segenap klaim itu. Tapi di sini kita masuk dalam tataran penafsiran dan keyakinan. Selama seabad terakhir debat tentang kesahihan klaim Ghulam Ahmad merupakan salah satu isu yang penting dan terus hidup dalam dunia Islam. Tidak pernah ditemukan titik temu. Sekarang pertanyaannya, kalau ada perselisihan penafsiran dalam sebuah agama, pantaskah pemerintah campur tangan dan menentukan panafsiran mana yang benar?

Eropa pernah memberi pelajaran yang sangat baik soal ini. Sekitar sepuluh abad yang lalu, para pemuka gereja diberi kewenangan seperti yang dimiliki MUI dalam kasus Ahmadiyah ini. Para petinggi gereja saat itu memiliki kewenangan untuk memfatwakan siapa yang disebut sebagai menyimpang dari ajaran Kristen dan dengan itu dapat menggunakan negara untuk menghukum mereka yang dinyatakan para petinggi agama itu sebagai murtad, kafir, dan sesat.

Karena hubungan negara dan agama yang mesra dan saling memanfaatkan ini Eropa mengalami abad-abad kegelapan terburuknya, yang diwarnai dengan penindasan, pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, penzaliman mereka yang berada di luar ajaran Kristen resmi. Eropa terpuruk ketika petinggi agama berkuasa.

Kita tahu semua, abad kegelapan itu juga sekaligus adalah abad keterbelakangan Eropa. Di bawah para petinggi agama yang dengan yakin merasa menjalankan amanat Tuhan untuk menjaga kesucian dunia, rakyat hidup dalam ketakutan – takut berpikir, berbicara, mencari ilmu pengetahuan, berkarya. Lebih buruknya lagi, tatkala tahu bahwa tidak ada kontrol terhadap mereka, para petinggi agama itu justru kemudian menyalahgunakan
kekuasaannya untuk mengangkangi berbagai kenikmatan duniawi. Mereka menjadi korup!

Karena konteks itulah, setelah abad itu dilalui, Eropa tidak pernah lagi memberikan ruang bagi para petinggi agama untuk mengambil keputusan dalam kehidupan politik. Dalam demokrasi, agama adalah agama, negara adalah negara. Agama disingkirkan karena dianggap tidak memberi ruang bagi hak untuk memiliki keragaman pendapat – sesuatu yang justru sangat esensial dalam demokrasi yang menghormati hak-hak asasi manusia.

Ini yang sekarang persis terlihat dalam kasus gerombolan ’preman berjubah’ di Indonesia ini. Mereka nampaknya percaya bisa menyetir negara ini sesuai dengan tafsiran sempit mereka. Mereka seperti bermimpi bisa menempati kedudukan menakutkan para petinggi gereja abad kegelapan yang justru adalah pangkal keterbelakangan Eropa.

Sekarang, semua bergantung kepada pemerintah. Secara sederhana, ada kubu pilihan. Yang satu adalah kubu yang menghalalkan kekerasan atas nama agama, yang percaya pada gagasan yang menolak keberagaman, gagasan bahwa hanya ada satu tafsiran tunggal seraya meniadakan yang lain. Di sisi lain, ada kubu yang percaya pada arti penting hak asasi manusia, pada hak berbeda pendapat dan keyakinan, serta hidup dalam suasana yang tidak merestui kekerasan.

Semoga pemerintah mengambil pilihan yang benar.






[+/-] Selengkapnya...

Ahmmadiyya USA with Barack Obama

Ahmmadiyya USA with Barack Obama

Missionary in charge USA, Mr. Daud Hanif Sahib and Naib Amir Mr. Zinda M. Bajwa Sahib & Public Relations in charge, .Read Full Article for Picture.

Untuk direnungkan

LEMBARAN MALFUZAAT

Kutipan Sabda-sabda Hz.Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi & Masih mauud as.

NASIHAT BERKENAAN DENGAN TAKWA

Untuk kebaikan Jemaatku, hal yang sangat penting adalah agar di berikan nasihat berkenaan dengan takwa. Sebab menurut orang yang berakal hal ini adalah nyata bahwa Allah Ta’ala tidak akan ridho/ senang terhadap suatu apapun selain dari pada takwa. Allah Ta’ala berfirman:

Innalloha maallazynat-taqauw walazyna hum-muhsinuwn—[Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-oarang yang yang berbuat kebajikan] (An-Nahl:129)

Bagi Jemaat Ahmadiyah Secara Khusus Diperlukan Takwa

Bagi Jemaat kita secara Khusus diperlukan takwa. Khususnya dengan anggapan bahwa ia telah menjalin hubungan dengan seorang yang telah menyatakan diri sebagai rasul serta masuk didalam ikatan baiatnya, supaya mereka orang-orang yang sebelumnya tenggelam di dalam kedengkian, kebencian dan kemusyrikan atau yang benar-benar telah berkiblat kepada dunia, berhasil memperoleh keselamatan dari segala musibah itu.

Saudara-saudara mengetahui bahwa jika ada orang yang sakit – tidak peduli apakah sakit ringan atau berat – lalu penyakit itu tidak di obati serta tidak di lakukan usaha gigih untuk menyembuhkannya, maka orang yang sakit itu tidak akan sembuh.

Jika sebuah noda hitam timbul di wajah, maka timbul kerisauan, jangan-jangan noda iti semakin berkembang sehingga membuat seluruh wajah menjadi hitam. Demikianlah halnya bahwa dosa merupakan sebuah noda hitam di dalam hati. Kemalasan-kemalasan kecil (kecendrungan untuk bersenang-senang) dapat berkembang menjadi besar. Hal-hal kecil seperti itulah merupakan noda yang berkembang sehingga akhirnya ia menghitamkan sebuah wajah.

Allah Ta’ala Mahapengasih dan Maha penyayang. Demikian pula ia Mahaperkasa dalam menampakkan murka-Nya serta mengadakan pembalasan. Dia melihat sebuah Jemaat di dalam pengakuan dan omong-kosong mereka terdapat segala sesuatu, sedangkan amalan mereka tidak demikian, maka amarah dan murka-Nya akan meluap. Lalu untuk menghukum Jemaat seperti itu Dia mengajukan orang-orang kafir.

Orang-orang yang tahu sejarah mengetahui bahwa beberapa kali orang islam di kalahkan oleh orang-orang kafir. Misalnya, Jhengis khan dan Halako khan telah membinasakan oran-orang islam. Padahal Allah Ta’ala telah menjadikan dukungan dan pertolongan bagi orang-orang islam, namun tetap saja orang-orang islam kalah. Peristiwa-pristiwa seperti itu kadang –kadang terjadi. Penyebabnya adalah, tatkala Allah taala melihat bahwa memang mereka menyebutkan ‘Laa ilaha illallah’ namun hati merka berpaling ke tempat lain serta tidak tunduk mereka benar-benar mengarah kepada keduniawian, maka murka-Nya akan menampakkan diri. (Pidato pertama Hz. Masih Mauud as. pd Jalsah Salanah 25 Des.1897 / Malfuzaat jld.1, h.10-11)

-------oo0oo-------

Jubelium Khilafah Islam Ahmadiyah

“Love for All, Hatred for None” itulah tag line dari Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia yang tepat pada tanggal 27 Mei 2008 memperingati hari berdirinya Khilafat Ahmadiyah yang ke 100 tahun. 100 tahun yang lalu ( 27 Mei 1908 ) merupakan hari dimana diangkatnya Khalifah Jemaat Ahmadiyah pertama kali dan menandakan awal berdirinya Khilafat Ahmadiyah. Khalifah yang pertama terpilih adalah Hadhrat Hakim Maulana Nur-ud-Din, kemudian dilanjutkan oleh Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad sebagai Khalifah kedua, lalu Khalifah selanjutnya Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad, Khalifah yang keempat Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, dan sekarang sampai ke Khalifah yang kelima, yaitu Hadhrat Mirza Masroor Ahmad.

Ahmadiyah merupakan organisasi Islam satu-satunya di dunia yang telah menjalankan sistem Khilafat di dalamnya. Organisasi yang didirikan pada tahun 1889 oleh Hadrat Mirza Ghulam Ahmad yang merupakan Imam akhir zaman yang dijanjikan, Imam Mahdi yang turun pada akhir zaman. Tujuan Jemaat Ahmadiyah ini hanya satu yaitu mengangkat kembali nilai-nilai Islam asli yang telah banyak terinteferensi oleh kebudayaan-kebudyaan di dunia. Sebagai organisasi religi, Ahmadiyah sama sekali tidak bermain di dunia politik karena dunia politik merupakan hal keduniaan, namun bagi Ahmadi (sebutan bagi anggota Ahmadiyah) tidak ada larangan sebagai pribadi untuk menggeluti dunia politik selama tidak membawa bendera Jemaat Ahmadiyah. Hingga saat ini Jemaat Ahmadiyah ini telah berkembang di 190 negara di seluruh dunia. Bukti kongkrit yang telah dilakukan oleh Jemaat Ahmadiyah dalam penyebaran agama Islam di seluruh dunia yaitu dengan menterjemahkan kitab suci Al-Quran kedalam berbagai bahasa di dunia, bahkan sampai menterjemahkan ke berbagai bahasa daerah di Indonesia. Dan juga Ahmadiyah telah memiliki sebuah stasiun televisi internasional yang bernama Muslim Television Ahmadiyya (MTA) yang mengudara sejak awal 1990-an . Stasiun televisi ini berisikan khutbah-khutbah dan kegiatan Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia guna menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dan perlu diketahui juga stasiun televisi ini mengudara selama 24/7 tanpa ada iklan.

Kembali ke peringatan 100 tahun Khilafat Ahmadiyah, 27 Mei 2008 sekitar pukul 12:00 GMT atau skitar pukul 7 malam waktu bagian barat waktu Indnesia, Khalifah kelima Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad a.t.b.a, menyampaikan pesan yang dapat di-download disini (dalam bahasa Inggris). Inti dari pesan tersebut adalah kepada seluruh Ahmadi di dunia untuk tetap menjaga keimanannya sebesar apa pun cobaan yang menghadang dan menggoyang keimanan para Ahmadi, dan bagaimana pun juga Jemaat Ahmadiyah ini adalah jemaat dari Alaah Ta’ala sehingga apa pun yang terjadi, Allah Ta’ala akan terus selalu menjaganya. Pesan tersebut disampaikan secara langsung pada dari Gedung EXCEL Center, London, Inggris, melalui MTA ke seluruh dunia.

Cobaan yang sedang terjadi khususnya di negara Indonesia, merupakan sebuah ujian bagi keimanan Ahmadi. Karena perbedaan tafsir dan kurangnya pemahaman pada Al-Quran, maka oknum-oknum yang mengatas namakan Islam melakukan penyerangan secara brutal, padahal Islam sendiri tidak pernah mengajarkan hal-hal seperti itu, karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam yang artinya dimana Islam itu ada, lingkungan disekitarnya akan terasa kedamaian dan ketentraman bagi siapa pun tidak memandang suku, bangsa, agama, golongan, gender, bahkan benda apa pun itu akan merasakan sejuknya perdamaian.

Mungkin setelah baca tulisan ini, ada beberapa orang yang akan mengatakan sesat, namun perlu disadari bahwa sesatnya seseorang bukan manusialah yang menentukan karena pengetahuan manusia itu sangatlah terbatas dan hal yang berkaitan dengan kesesatan seseorang / golongan hanyalah Allah Ta’ala yang mengetahuinya. Dan perlu dipahami pula arus mainstream tidaklah selalu benar, jika memahami kisah para nabi terdahulu hingga masa Nabi Besar Muhammad s.a.w., para Nabi dan Sahabat pada awalnya merupakan golongan minoritas dan Mereka selalu mendapat tekanan, hinaan, caci dan makian, dan sebagainya, namun Mereka tetap teguh atas keimanan Mereka hingga akhirnya mencapai kemenangan. Karna itulah kembalikanlah segala sesuatunya kepada Al-Quran dan Hadist, bukan kepada hasil kesepakatan sekumpulan manusia.

100 Tahun Khilafat Ahmadiyah ( 1908 ~ 2008 )

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi, Al-Masih

Hadhrat Hakim Maulana Nur-ud-Din, Khalifatul Masih IHadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad, Khalifatul Masih IIHadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul Masih III
Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IVHadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V

Liwa-e-Ahmadiyyat (Bendera Ahmadiyah)

 

template by : uniQue | modified by : your name